Misi Visi Kepala Daerah
Enak Didengar, Hambar dalam Realitas
Hari-hari ini rakyat Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dibebani oleh aneka problem akut terkait rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dasar sandang, pangan, papan, kesehatan, air bersih dan pendidikan. Aneka problem itu tampaknya belum mampu diurai dan jamin secara tuntas dalam kinerja Pemda Mabar selama ini.
Bupati Agustinus Ch Dula dan wakil Bupati Gaza Maximus |
Parameter keberhasilan Pemda dalam menjalankan Otda adalah terjadinya perbaikan indek kemakmuran rakyat (human development Index-HDI) di daerah terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut bukan sebanyak mungkin Pemda menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pada dasarnya HDI adalah satuan yang dikembangkan United Development Project (UNDP) guna mengukur kesuksesan pembangunan sauatu negara. Angka dalam HDI diolah berdasarkan tiga dimensi, yaitu panjangnya usia (logevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup (standard of living) suatu bangsa. Secara teknis ketiganya dijabarkan dalam tiga indikator, yaitu (1) kesehatan, (2) pendidikan; (3) ekonomi.
Realitasnya, hari-hari ini kita tengah menyaksikan kebijakan Pemda yang belum mampu mengentaskan tiga indikator itu. Lihatlah, kehidupan rakyat kita tak beranjak dari kubangan kemiskinan, Sulitnya mengakses Air bersih, Fasilitas kesehatan belum optimal. Penyebab Buruknya Kinerja.
“Ukuran Kesejahteraan terdapat pada tiga Faktor penting, Pendidikan, kesehatan dan Pangan” Tegas Bupati Dula saat proses Pilkada Mabar 2010, dalam sebuah acara tatap muka dengan warga Wae Kesambi ds batu cermin Labuan bajo (Notulensi GustI Centre). Pernyataan ini sebatas lips servis, masih jauh dari realitas, tak perlu pada urusan besar, soal kebersihan saja, masih jauh dari harapan pubilk. Ini soal kesetiaan pada perkara kecil, karena dalam penyelesaian perkara kecil adalah titik harapan akan mampu pada perkara besar
“Ukuran Kesejahteraan terdapat pada tiga Faktor penting, Pendidikan, kesehatan dan Pangan” Tegas Bupati Dula saat proses Pilkada Mabar 2010, dalam sebuah acara tatap muka dengan warga Wae Kesambi ds batu cermin Labuan bajo (Notulensi GustI Centre). Pernyataan ini sebatas lips servis, masih jauh dari realitas, tak perlu pada urusan besar, soal kebersihan saja, masih jauh dari harapan pubilk. Ini soal kesetiaan pada perkara kecil, karena dalam penyelesaian perkara kecil adalah titik harapan akan mampu pada perkara besar
Sementara kinerja Pemda boleh jadi amat bergantung pula pada kemampuan kepala daerah dalam mengimplementasikan program-program brilian yang diperlukan dan dirasakan publik secara langsung.
Daerah sangat membutuhkan kepala daerah yang berkualitas tinggi, bervisi strategik dan mampu berpikir strategik, serta memiliki moral yang baik sehingga dapat mengelola pembangunan daerah dengan baik. Sangat disayangkan kalau Kepala daerah justru terjebak dalam misi visinya sendiri, semacam kehilangan roh orientasi dalam mewujudkan misi visi tersebut. Enak didengar, hampar dalam realitas
Persoalannya adalah ada kecenderungan kepala daerah yang dipilih langsung rakyat ini kehilangan konsentrasi menjalankan programnya penyebab utamanya adalah sistem pilkada langsung yang mensyaratkan calon diusung melalui satu pintu parpol berakibat pada mekanisme jual-beli kendaraan parpol dengan harga miliaran rupiah dan konsesi-konsesi ekonomi-politik tertentu antara kepala daerah terpilih dengan parpol pengusung. Karena itu kinerja kepala daerah terpilih energi dan pikirannya terkonsentrasi atau setidaknya terbagi untuk dapat memberi fasilitas khusus pada parpol pengusung, orang-orang dekat parpol dan sejumlah pihak yang berjasa dalam pilkada.
Korupsi yang melibatkan orang-orang dekat parpol dengan bupati terjadi. Tak heran jika tender-tender besar proyek infrastruktur Pemda dipilih dan dimenangkan oleh perusahan-perusahaan swasta milik elite politik lokal mulai dari pengurus parpol, anggota dan ketua DPRD, kerabat ketua DPRD dan para kerabat dan orang-orang Bupati dan wakil Bupati (adik, ipar, Keponakan dll)
Dari pola ini maka kelak muncullah kelompok-kelompok pengusaha lokal yang layak disebut pengusaha klien (client businessmen) yang merupakan lawan dari pengusaha yang kompetitif dan otonom, bebas dari pengaruh kekuasaan politik dan pemerintah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar