Warga Miskin di Kepulauan Manggarai Barat |
Hak Economi, sosial dan budaya warga dikesampingkan, sebut saja Fasilitas kesehatan : banyak warga baik di kota maupun di desa desa sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Di kota labuan bajo yang katanya kota destinasi wisata saja fasilitas kesehatannya sangat terbatas. Jangan heran begitu banyak warga harus dirujuk ke rumah sakit di kabupaten tetangga seperti RS St Rafael Cancar dan RSUD Manggarai yang tentu saja banyak mengeluarkan biaya besar. Itu kalau sempat tertolong. Kerap kali diakhiri dengan kabar duka, pasien tak tertolong, Istri Frans Ndejeng misalnya, pasien yang hendak melahirkan ini terpaksa dirujuk ke rumah sakit ruteng. Namun sayang kendaraan Ambulans yang seharusnya siap siaga tak memiliki bahan bakar dan ketiadaan sopir. Setelah ditunggu sekian jam, ambulanspun berangkat namun sang pasien tak mampu menahan sakit, dalam perjalanan sang bayi tak dapat diselamatkan sementara ibu bayi untung sempat tertolong.
Ironisnya Surat kabar Lokal menyebutkan DPRD mabar malah menolak rencana pemerintah untuk meneruskan pembangunan RSUD Mabar yang sempat salah urus oleh Bupati sebelumnya, Fidelis pranda. Apakah akses kesehatan sudah tidak diangap penting?, ataukah otak Legislatif mabar sedang tidak beres. Jelas akses kesehatan merupakan hak warga negara.
Soal pelayanan berikut fasilitas kesehatan di wilayah pedalaman juga punya kabar buruk. Jika dilihat statistik dinas kesehatan Mabar, di hampir setiap desa dilengkapi dengan Pustu. Benar ada pustu, namun Gedung yang dibangun tak berkualitas. dan nyaris tak ada tenaga kesehatan. Hal ini diakui oleh Bupati Mabar, Agustinus Dula dalam sambutannya di beberapa tempat. Dula berjanji akan memperhatikan khusus persoalan pelayanan kesehatan di desa, bangunan harus berkualitas untuk rakyat bbegitu juga tenaga kesehatannya diupayakan selalu berada ditempay dan melayani kebutuhan kesehatan warga. lagi lagi pernyataan ini masih butuh keseriusan.
Persoalan lainnya adalah fasilitas air bersih. Warga kota maupun di beberapa pedalaman masih sulit mendapatkan air bersih, bahkan beberapa media memberitakan manusia dan kerbau berebutan air kubangan. sudah milliaran rupiah dana dihabisakn namun air kubangan, air hujan, air tengki tetap menjadi primadona. Air bersih menjadi barang langka dan mahal. Flores Pos mencatat di mabar harga bensin subsidi masih sangat murah jika dibandingkan harga air air bersih per liternya. Sikap Pemerintah? masih sama menjawab dengan retorika kosong tak ada realisasi, nol melompong.
Fasilitas pendidikan juga demikian, SDI ranggat misalnya, satu kelas terpaksa di sekat dengan "wancang", nyaris satu ruangan kelas dihuni dua rombongan belajar.
Anggaran dihabiskan dalam performa esekutif dan legislatif. Mobil dinas baru, Gedung perkantoran baru, pagar tembok baru yang mealan milliaran rupiah. Semakin gesit melakukan perjalanan Dinas. Hingga peran Legialatif berangsur lenyap bersama kong kali kong dalam anggaran proyek. Dalam perbincangan dengan seorang anggota DPRD Mabar, Kerap juga terjadi praktek percaloan dalam penetapan anggaran. Hemmm...sunguh menjijikan...
Belum lagi masalah kebersihan kota, terutama sampah. Pemerintah menjawab pertanyaan warga dengan saling melempar tangungjawab dan berdalih fasilitas kebersihan kota tidak memadai. Sebuah argumentasi yang menutup ketidakmampuan menata kota. Kota destinasi wisata yang dikerumuni sampah dan hewan ternak adalah satu situasi yang memaluka....
hemmmm...masih banyak lagi persoalan Mabar yang tetap menjadi mimpi buruk
lalu apa yang bisa kita lakukan untuuk memperbahuruinya.....
Kraeng kalau mau tau di kampung kampung, orang sakit tinggal nunggu mati.....nggak di urus... mahal...
BalasHapus