Warga Miskin Manggarai,NTT |
Di tengah kerumunan orang, dia berteriak dan memanggil Yesus. Walaupun orang banyak menegur dan berusaha menghalanginya, dia malahan semakin kuat berteriak: “Yesus putera Daud, kasihanilah aku,” (Mrk.10:46-52).
Hidup merupakan kesempatan bagi manusia untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam dunia. Hidup, apapun bentuknya selalu berhubungan dengan sumbernya yaitu Allah sendiri. Bagi Bartimeus, sejak lahir, hidup adalah menjadi buta. Oleh karena itu, dia memandang hidup dari kebutaannya.
Dia tentu berusaha supaya diri dan hidupnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunitas dan masyarakat di mana dia berada, tetapi, baik dirinya maupun orang lain tidak dapat mengubah keadaannya. Dia buta. Walaupun demikian dia tetap yakin dan percaya bahwa hidup adalah anugerah Allah. Tidak ada sesuatupun, termasuk manusia yang bisa mengubahnya. Segala macam keterbatasan, penderitaan dan kegagalan tidak mampu meniadakan atau menghancurkannya.
Tokoh Bartimeus menunjukkan realita kemiskinan dan penderitaan yang sangat berbeda. Bagi Bartimeus, kemiskinan dan penderitaan adalah batu loncatan untuk mengalami kehadiran Allah di tengah-tengah dunia. Kemiskinan adalah semangat hidup yang tidak menggantungkan diri pada harta kekayaan, sebaliknya menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Sehingga kemiskinan bukan lagi merupakan momok yang menghancurkan kehidupan manusia tetapi lebih sebagai sikap dasar untuk memperkaya hidup menurut kehendak Allah.
Kemiskinan Bartimeus melahirkan sikap solider dan saling menghargai. Yang kaya harus tahu diri bahwa semua manusia dilahirkan miskin dan tak berdaya, bahwa dunia dan segala yang ada diciptakan untuk semua, bahwa potensi, kemampuan dan bakat lebih-lebih dalam bidang ekonomi bukan untuk kepentingan ´keakuannya,´ tetapi untuk berbakti terlebih kepada mereka yang lebih membutuhkan.
Yang kaya harus sadar bahwa dia diperkaya oleh orang-orang miskin dan tertindas. Negara-negara kaya dewasa ini selayaknya mulai berpikir untuk membantu negara-negara bekas jajahan sebagai tanda pertobatan yang layak karena telah menguras dan merampas harta kekayaan secara tidak manusiawi selama berabad-abad.
Bartimeus juga mau menunjukkan bahwa orang miskin adalah sebuah sakramen: membawa umat manusia kepada jalan yang diretas oleh Yesus menuju kebahagiaan. Tokoh Bartimeus memberikan pencerahan untuk memahami bahwa orang miskin bukan sosok manusia yang membebani dunia. Bahwa orang miskin bukan kelompok manusia yang menghancurkan dan merendahkan martabat manusia sebagai makhluk berakal budi. Bahwa kebutuhan orang miskin bukan terbatas pada uang dan lapangan kerja, tetapi terutama ruang dan kesempatan untuk merealisaikan dirinya sebagai manusia. Untuk membantu orang miskin bukan dengan cara menghancurkan hábitat dan ekologinya, dan mencabut roh dan akar budaya kehidupannya, kemudian memindahkan mereka seperti binatang langkah dan purba ke daerah tak bertuan.
Oleh karena itu, kemiskinan yang melanda negara-negara berkembang sepatutnya mengusik hati dan pikiran segenap umat manusia. Seruan orang-orang miskin, keluhan-keluhan negara-negara dunia ketiga dan keempat sepantasnya didengar oleh setiap penguasa, pengatur dan penggerak program pembangunan global.
Suara-suara dari mereka yang lapar karena tertindas oleh ketidakadilan seharusnya dibiarkan bergema di sekolah-sekolah, Perguruan Tinggi, LSM, lembaga agama dan pemerintah, organisasi masyarakat, Bank Dunia dan FMI. Realita orang miskin harus menjadi dasar sebuah program pembangunan lokal, nasional maupun global, karena hidup mereka bukan suatu kutukan dari sang Pencipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar