Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Senin, 07 November 2011

Soal Tambang, DPRD Mabar Kehilangan Roh Kerakyatan

“Kalian bilang Tolak tambang tapi tidak berpikir Cincin Uskup terbuat dari apa, Piala serta bahan ekaristi lainnya?. Semua itu Kan mengunakan bahan tambang. Bilangnya Tolak tambang tapi masih mengunakan HP, Komputer, naik motor, naik mobil. Bahkan Kelompok penolak tambang sangat sering mengunakan Facebook. Kalian menolak tambang tanpa memberi pilihan alternatif. Tolak tambang setelah itu bikin apa. Kalian  Asal omong tolak saja. Asbun alias asal bunyi. Biar dibilang aktifis lingkungan. Berdemoria  yang berujung pada kompesasi proyek pada Rezim GustI. Karena GustI juga tolak Tambang”

Romo Robertus Pelita Berorasi depan Kantor Bupati Manggarai Barat, menentang kebijakan pertambangan didaerah tersebut.
Inilah olokan yang dilontarkan sesorang pro tambang di Manggarai Barat ketika berbincang dengan saya di jakarta beberapa waktu lalu menanggapi sikap kritis GERAM serta Gereja katolik terhadap kegiatan pertambangan di wilayah Manggarai Barat. Mereka sedang melakukan “bunuh diri filsafat”, atas ketidakmampuannya menjelaskan hubungan antara  pertambangan dengan kemakmuran rakyat yang sebenarnya tidak perna memiliki korelasi positif itu.

Di wilayah Manggarai Barat, mantan Fidelis Pranda yang menjiwai soehartoeisme selalu memberikan ilusi ilusi tentang “kemakmuran” dan “kesejahteraan” dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari Bumi Manggarai Barat. Hal yang sama juga dilakukan oleh para insvestor pertambangan. Aliran devisa, penyediaan lapangan kerja, memepercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan Manggarai Barat serta menguranggi kemiskinan adalah mantra setan yang mereka gulirkan secara terus menerus untuk menghegemoni  rakyat bahwa kehadiran industri petambangan mutlak dibutukan. Sehingga yang menolak tambang berarti juga menolak PANCASILA


Rezim Soeharto memang berlalu, namun rezim rezim pengantinya masih bergentayangan dan mewariskan kebijakan sebelumnya obral murah dan di keruk habis. Inilah kesesatan berpikir pemerintah yang memaknai era globalisasi pada pasar bebas hanya dari sudut pandang ekonomi, sementara banyang bayang bencana tanah longsor, krisis air bersih, krisis pangan, wabah penyakit, panas gobal yang sekarang ini terus menghantui rakyat dunia, sama sekali tidak cukup penting untuk dipikirkan.

Bayang bayang Rezim soehato juga ada dalam jiwa jiwa Anggota DPRD manggarai barat. Memang tidak semua. Di lembaga rakyat ini sangat sibuk dengan mencari cela mengamankan investasi pertambangan di wilayah pariwisata itu, kemudian melupakan nasib rakyat kebanyakan yang menentang kebijakan pertambangan.

DPRD Manggarai Barat pernah mendapat apresiasi rakyat Manggarai barat ketika berani mengeluarkan surat pemberhentian aktifitas pertambangan di wilayah itu. Dukungan politik rakyat terus mengalir sekaligus mempengaruhi konstelasi politik dalam Pileg 2009, para oknum yang jetol menolak tambang terpilih kembali. Sebut saja Mateus Hamsi, Blasius Jeramun, Editadius Endi, Silverter Syukur, Abdul Azis, Frans sukmaniara. Sementara para pengerak tolak tambang terpilih Bernadus Barat Daya, Stefanus Herson hingga Vitus Usu yang selalu membantu logistik gerakan tolak tambang mendapat jipratan dukungan politik. Dukungan politik ini juga direbut GustI, pihaknya mengkampanyekan tolak tambang. GustI-pun menang telak satu putaran dalam pertarungan politik pilkada 2010.

Geram Memagari  ruas jalan menuju pertambangan emas batiu gosok,
Ironisnya setelah mendapat kepercayaan penuh dari rakyat DPRD Manggarai Barat kini berwajah lain. Sikapnya sangat romantis dengan pihak investor pertambangan. Entah kenapa? Ditengah Memoratrium bupati menghentikan aktifitas pertambangan, DPRD Mabar malah mengeluarkan rekomendasi aktifitas pertambangan. Roh apa yang ada dalam jiwa masing oknum DPRD Mabar? kalau Roh kudus,  keperayaan rakyat dipegang teguh. Saya menduga apa praktek komersial kebijakan. Rekomendasi yang dikeluarkan itu dibeli dengan harga sangat tinggi oleh pihak perusahaan pertambangan.

Dugaan lain pristiwa hilangnya roh kerakyatan DPRD mabar oleh karena persoalan internal partai, sebut saja Golkar. Kebijakan partai Golkar memang harus menerima semua aktifitas pertambangan, setelah partai yang perna berkuasa di rezim otiter ini dipimpin Aburizal Bakrie. Partai PDI Perjuangan-pun demikian. Partai yang katanya milik wong cilik alias rakyat miskin ini di wilayah NTT tak lagi mengembangkan semangat partai wong cilik. Pimpinan PDI Perjuangan di wilayah NTT yang menjadi Gubernur NTT berihak pada  pertambanngan. Partai Hanura jangan disebut lagi, partai ini sangat jelas membela kepentingan pertambangan di Manggarai Barat. Ketiga partai ini memiliki kursi terbanyak dan mengatur irama kebijakan DPRD Manggarai Barat.

Dimanakah mantan ketua GERAM, Bernadus Barat Daya, Frans Sukmaniara dari Demokrat, Edi Endi, Stef Herson, Vitus Usu dari PAN? Ikut “bermain”?. Dengan munculnya rekomenadasi DPRD menunjukan orang orang ini tak bisa diharapkan.

“Perampokan” SDA

Apa yang didapat rakyat dari eksplorasi dan eksploitasi  Tambang yang dari waktu ke waktu makin menunjukankecendrungan yang sangat masif? Pertambangan di wilayah Torong besi kabupaten mangarai dan serise di wilayah mangarai timur dapat kita jadikan contah. Kemiskinan, kehancuran lingkungan, Pelanggaran HAM, rubuhnya sistim sosial masyarakat, marginalisasi kaum perempuan, wabah penyakit, pelanggaran HAK Ecosoc dan berbagai dampak lain selalu mewarnai kehadiran indrustri itu.

Istilah “perampokan” mungkin terlalu ekstrim, tapi itulah kenyataannya. Ekspolitasi Mangan di serise sejak tahun 1982 ternyata tidak bisa merubah kaadaan masyarakat lebih baik. Namun pemerintah merasa ukup puas dengan pendapatan dibawah 10 persen dari keuntungan yang dibawah pergi pihak perusahaan pertambangan. Pendapatan ini sunguh tidak seimbang dengan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pertambangan, yang sekaligus memiskinkan warga lingkar tambang, hilangannya sumber sumber air bersih.

Disemua tempat kehadiran industri pertambangan justru menciptakan enclave ekonomi. Ada jurang yang begitu besar antara perusahaan pertambangan disatu sisi dengan masyarakat lokal disisi lain yang notabene lebih berhak mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alamnya. Masyarakat Cuma sebatas penonton atas ekspoitasi sumberdaya alam yang dilakukan industri pertambangan. Kehadiran industri pertambangan juga melahirkan kantong kantong kemiskinan.

“kami tidak bisa mengarap kebun lagi. Kebun yang kami garap sejak nenek moyang kini di penuhi material pertambangan, sebagian diambil untuk menjadi lokasi pertambangan. Tangkapan ikan kami juga semakin tahun semakin berkurang, material mangan yang mecemari laut membuat ikan sulit didapat” kisah Tua Teno Serise ketika ditemui di kediamannya Kampung serise Manggarai Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar