Romo Robertus Pelita Berorasi depan Kantor Bupati Manggarai Barat, menentang kebijakan pertambangan didaerah tersebut. |
Di wilayah Manggarai Barat, mantan Fidelis Pranda yang menjiwai soehartoeisme selalu memberikan ilusi ilusi tentang “kemakmuran” dan “kesejahteraan” dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari Bumi Manggarai Barat. Hal yang sama juga dilakukan oleh para insvestor pertambangan. Aliran devisa, penyediaan lapangan kerja, memepercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan Manggarai Barat serta menguranggi kemiskinan adalah mantra setan yang mereka gulirkan secara terus menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri petambangan mutlak dibutukan. Sehingga yang menolak tambang berarti juga menolak PANCASILA
Rezim Soeharto memang berlalu, namun rezim rezim pengantinya masih bergentayangan dan mewariskan kebijakan sebelumnya obral murah dan di keruk habis. Inilah kesesatan berpikir pemerintah yang memaknai era globalisasi pada pasar bebas hanya dari sudut pandang ekonomi, sementara banyang bayang bencana tanah longsor, krisis air bersih, krisis pangan, wabah penyakit, panas gobal yang sekarang ini terus menghantui rakyat dunia, sama sekali tidak cukup penting untuk dipikirkan.
Bayang bayang Rezim soehato juga ada dalam jiwa jiwa Anggota DPRD manggarai barat. Memang tidak semua. Di lembaga rakyat ini sangat sibuk dengan mencari cela mengamankan investasi pertambangan di wilayah pariwisata itu, kemudian melupakan nasib rakyat kebanyakan yang menentang kebijakan pertambangan.
DPRD Manggarai Barat pernah mendapat apresiasi rakyat Manggarai barat ketika berani mengeluarkan surat pemberhentian aktifitas pertambangan di wilayah itu. Dukungan politik rakyat terus mengalir sekaligus mempengaruhi konstelasi politik dalam Pileg 2009, para oknum yang jetol menolak tambang terpilih kembali. Sebut saja Mateus Hamsi, Blasius Jeramun, Editadius Endi, Silverter Syukur, Abdul Azis, Frans sukmaniara. Sementara para pengerak tolak tambang terpilih Bernadus Barat Daya, Stefanus Herson hingga Vitus Usu yang selalu membantu logistik gerakan tolak tambang mendapat jipratan dukungan politik. Dukungan politik ini juga direbut GustI, pihaknya mengkampanyekan tolak tambang. GustI-pun menang telak satu putaran dalam pertarungan politik pilkada 2010.
Geram Memagari ruas jalan menuju pertambangan emas batiu gosok, |
Dugaan lain pristiwa hilangnya roh kerakyatan DPRD mabar oleh karena persoalan internal partai, sebut saja Golkar. Kebijakan partai Golkar memang harus menerima semua aktifitas pertambangan, setelah partai yang perna berkuasa di rezim otiter ini dipimpin Aburizal Bakrie. Partai PDI Perjuangan-pun demikian. Partai yang katanya milik wong cilik alias rakyat miskin ini di wilayah NTT tak lagi mengembangkan semangat partai wong cilik. Pimpinan PDI Perjuangan di wilayah NTT yang menjadi Gubernur NTT berihak pada pertambanngan. Partai Hanura jangan disebut lagi, partai ini sangat jelas membela kepentingan pertambangan di Manggarai Barat. Ketiga partai ini memiliki kursi terbanyak dan mengatur irama kebijakan DPRD Manggarai Barat.
Dimanakah mantan ketua GERAM, Bernadus Barat Daya, Frans Sukmaniara dari Demokrat, Edi Endi, Stef Herson, Vitus Usu dari PAN? Ikut “bermain”?. Dengan munculnya rekomenadasi DPRD menunjukan orang orang ini tak bisa diharapkan.
“Perampokan” SDA
Apa yang didapat rakyat dari eksplorasi dan eksploitasi Tambang yang dari waktu ke waktu makin menunjukankecendrungan yang sangat masif? Pertambangan di wilayah Torong besi kabupaten mangarai dan serise di wilayah mangarai timur dapat kita jadikan contah. Kemiskinan, kehancuran lingkungan, Pelanggaran HAM, rubuhnya sistim sosial masyarakat, marginalisasi kaum perempuan, wabah penyakit, pelanggaran HAK Ecosoc dan berbagai dampak lain selalu mewarnai kehadiran indrustri itu.
Istilah “perampokan” mungkin terlalu ekstrim, tapi itulah kenyataannya. Ekspolitasi Mangan di serise sejak tahun 1982 ternyata tidak bisa merubah kaadaan masyarakat lebih baik. Namun pemerintah merasa ukup puas dengan pendapatan dibawah 10 persen dari keuntungan yang dibawah pergi pihak perusahaan pertambangan. Pendapatan ini sunguh tidak seimbang dengan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pertambangan, yang sekaligus memiskinkan warga lingkar tambang, hilangannya sumber sumber air bersih.
Disemua tempat kehadiran industri pertambangan justru menciptakan enclave ekonomi. Ada jurang yang begitu besar antara perusahaan pertambangan disatu sisi dengan masyarakat lokal disisi lain yang notabene lebih berhak mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alamnya. Masyarakat Cuma sebatas penonton atas ekspoitasi sumberdaya alam yang dilakukan industri pertambangan. Kehadiran industri pertambangan juga melahirkan kantong kantong kemiskinan.
“kami tidak bisa mengarap kebun lagi. Kebun yang kami garap sejak nenek moyang kini di penuhi material pertambangan, sebagian diambil untuk menjadi lokasi pertambangan. Tangkapan ikan kami juga semakin tahun semakin berkurang, material mangan yang mecemari laut membuat ikan sulit didapat” kisah Tua Teno Serise ketika ditemui di kediamannya Kampung serise Manggarai Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar