Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Minggu, 27 November 2011


Misi Visi Kepala Daerah
Enak Didengar, Hambar dalam Realitas

Hari-hari ini rakyat Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dibebani oleh aneka problem akut terkait rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dasar sandang, pangan, papan, kesehatan, air bersih dan pendidikan. Aneka problem itu tampaknya belum mampu diurai dan jamin secara tuntas dalam kinerja Pemda Mabar selama ini.

Bupati Agustinus Ch Dula dan wakil Bupati Gaza Maximus
Parameter keberhasilan Pemda dalam menjalankan Otda adalah terjadinya perbaikan indek kemakmuran rakyat (human development Index-HDI) di daerah terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut bukan sebanyak mungkin Pemda menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pada dasarnya HDI adalah satuan yang dikembangkan United Development Project (UNDP) guna mengukur kesuksesan pembangunan sauatu negara. Angka dalam HDI diolah berdasarkan tiga dimensi, yaitu panjangnya usia (logevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup (standard of living) suatu bangsa. Secara teknis ketiganya dijabarkan dalam tiga indikator, yaitu (1) kesehatan, (2) pendidikan; (3) ekonomi.


Realitasnya, hari-hari ini kita tengah menyaksikan kebijakan Pemda yang belum mampu mengentaskan tiga indikator itu. Lihatlah, kehidupan rakyat kita tak beranjak dari kubangan kemiskinan, Sulitnya mengakses Air bersih, Fasilitas kesehatan belum optimal. Penyebab Buruknya Kinerja.

“Ukuran Kesejahteraan terdapat pada tiga Faktor penting, Pendidikan, kesehatan dan Pangan” Tegas Bupati Dula saat proses Pilkada Mabar 2010, dalam sebuah acara tatap muka dengan warga Wae Kesambi ds batu cermin Labuan bajo (Notulensi GustI Centre). Pernyataan ini sebatas lips servis, masih jauh dari realitas, tak perlu pada urusan besar, soal kebersihan saja, masih jauh dari harapan pubilk. Ini soal kesetiaan pada perkara kecil, karena dalam penyelesaian perkara kecil adalah titik harapan akan mampu pada perkara besar

Sementara kinerja Pemda boleh jadi amat bergantung pula pada kemampuan kepala daerah dalam mengimplementasikan program-program brilian yang diperlukan dan dirasakan publik secara langsung. 

Daerah sangat membutuhkan kepala daerah yang berkualitas tinggi, bervisi strategik dan mampu berpikir strategik, serta memiliki moral yang baik sehingga dapat mengelola pembangunan daerah dengan baik. Sangat disayangkan kalau Kepala daerah justru terjebak dalam misi visinya sendiri, semacam kehilangan roh orientasi dalam mewujudkan misi visi tersebut. Enak didengar, hampar dalam realitas

Persoalannya adalah ada kecenderungan kepala daerah yang dipilih langsung rakyat ini kehilangan konsentrasi menjalankan programnya penyebab utamanya adalah sistem pilkada langsung yang mensyaratkan calon diusung melalui satu pintu parpol berakibat pada mekanisme jual-beli kendaraan parpol dengan harga miliaran rupiah dan konsesi-konsesi ekonomi-politik tertentu antara kepala daerah terpilih dengan parpol pengusung. Karena itu kinerja kepala daerah terpilih energi dan pikirannya terkonsentrasi atau setidaknya terbagi untuk dapat memberi fasilitas khusus pada parpol pengusung, orang-orang dekat parpol dan sejumlah pihak yang berjasa dalam pilkada.

Korupsi yang melibatkan orang-orang dekat parpol dengan bupati terjadi. Tak heran jika tender-tender besar proyek infrastruktur Pemda dipilih dan dimenangkan oleh perusahan-perusahaan swasta milik elite politik lokal mulai dari pengurus parpol, anggota dan ketua DPRD, kerabat ketua DPRD dan para kerabat dan orang-orang Bupati dan wakil Bupati (adik, ipar, Keponakan dll)

Dari pola ini maka kelak muncullah kelompok-kelompok pengusaha lokal yang layak disebut pengusaha klien (client businessmen) yang merupakan lawan dari pengusaha yang kompetitif dan otonom, bebas dari pengaruh kekuasaan politik dan pemerintah

Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek

Ketika membuat SIM, apakah kita hanya membayar sesuai aturan? Ketika pengusaha properti ingin mendapatkan IMB, apakah dia hanya membayar sesuai aturan? Ketika kontraktor ingin mendapatkan proyek, apakah dia tidak mengeluarkan uang untuk pemegang proyek?

Jawaban atas beberapa pertanyaan itu hampir pasti: tidak. Setiap kita mengurus berbagai kepentingan yang berhubungan dengan aparat pemerintah, kita selalu mengeluarkan uang ekstra. Mungkin ada instansi atau daerah yang sudah steril dari hal seperti itu, tapi jumlahnya masih sangat kecil.


Memberi uang yang tidak semestinya seperti itu tampaknya sudah menjadi budaya. Begitu pula dalam urusan bisnis. Budaya suap menyuap, sogok menyogok, atau apa pun istilahnya sudah begitu melekat dalam kehidupan kita. Tak ada suap, urusan akan terbengkalai. Tak ada suap, proyek menguap.


Seberapa parah Indonesia dalam masalah suap ini? Transparansi Internasional (TI) baru saja melakukan survei tentang kecenderungan pebisnis melakukan penyuapan. Survei dilakukan terhadap 3.016 eksekutif bisnis di 28 negara. Dengan disodori skor berskala 0-10, para eksekutif itu memberi skor pada masing-masing negara. Angka 0 berarti budaya suap sudah parah, sedangkan 10 nyaris tak ada suap.


Hasil survei ternyata menempatkan Indonesia dalam empat besar peringkat terburuk, yakni di urutan ke-25, berikutnya adalah Meksiko, Ci na, dan terakhir Rusia. Indonesia memperoleh skor 7,1, lebih rendah dari skor rata-rata yang 7,8. Sementara negara yang memiliki skor tinggi, urutan pertama Belanda, diikuti Swiss, Belgia, Jerman, dan Jepang.


Lalu Bagaimana dengan Manggarai Barat??


Praktik penyuapan dilakukan dalam berbagai modus, seperti suap untuk memenangi tender proyek, untuk menghindari regulasi, untuk mempercepat urusan, atau untuk memengaruhi kebijakan. Ada yang mengunakan jalur kedekatan dengan penguasa (mantan TIM Sukses Pilkada), ada juga yang mengunakan kekuatan Sawerr ke pengambil kebijakan, tergantung jalur mana yang paling berpeluang.


Tak kasat Mata, tapi bukan rahasia untuk kalangan kontraktor, ada upeti yang harus disetor untuk memuluskan urusan. Besarnya upeti terkadang tergantung dari besarnya nilai proyek yang ingin di kerjakan. Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa praktik penyuapan masih begitu membudaya.


Upeti sebagian dibayar dimuka, saat pejabat mengikuti proses PILKADA. Besarnya upeti untuk dana politik sang calon akan mempengaruhi besarnya nilai proyek sebagai kompesasinya. Dimanggarai barat para penyetor Upeti menjarah proyek proyek pemerintah. Aturan transparansi, bersih dan bebas KKN menjadi kicauan tak berarti. 

Belakangan muncul berbagai "kicauan" hubungan Bupati, Agustinus Christoforus Dula dengan wakilnya Gaza Maksimus retak termasuk "gerbong" lantaran pembagian jatah proyek. Muncul  saling tuding anatara "gerbong".

Tidak hanya itu, keluarga orang nomor satu dan nomor dua manggarai barat ini tak tinggal diam. mereka ikut memburuh proyek yang ada setiap tahun anggarannnya. Mulai dari adik, adik ipar, menantu hingga kerabat jauh. Bermodalkan hubungan keluarga dengan sang bupati/wakil bupati orang orang brengsek ini menjarah proyek proyek yang ada di setiap SKPD.



Benarkan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula memiliki kemampuan mewujudkan birokrasi yang bersih seperti yang perna dikumandangkan sebelumnya.

Kamis, 24 November 2011

Kemegahan Pernikahan Anak Sang "Prabu", Ironi Bagi Rakyat Miskin

Warga sekitar Cipanas menyaksikan Pernikahan Ibas-Aliya, melalui Layar Lebar
Penggunaan Istana Cipanas sebagai tempat pernikahan putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono dan putri Hatta Rajasa, Siti Rubi Aliya Rajasa bagi saya sesuatu yang berlebihan bagi pejabat Negara.
Sebelum Ibas nikah, kakaknya juga nikah di Istana Bogor, penggunaan istana untuk kepentingan non dinas dianggap tak wajar, tetapi ada tradisi baru setelah Suharto tahun 1980 merayakan ulang tahunnya di Istana Cipanas.

Apa yang dilakukan Presiden SBY sudah memperlihatkan keagungan. Presiden SBY , seolah telah menjadi seorang raja di sebuah kerajaan yang bernama Indonesia.

SBY jadi prabu dari sebuah kerajaan Indonesia, bagi saya untuk menilai pesta ini apakah layak, intinya sikap SBY harus bisa jaga kehormatan sebagai pemimpin, saat ini sudah jauh dari seorang negarawan.

Semestinya Presiden SBY bisa menjadi teladan untuk memisahkan ruang privat dan publik. Dengan sudah menggelar pernikahan di istana terhadap kedua putranya, Presiden SBY dinilai telah melakukan privatisasi negara. Harusnya di masa–masa tengah gencar pisahkan ranah privat dan publik, SBY harus menjadi teladan, tetapi saat ini justru ia tak memiliki roso risih diantara rakyat Indonesia.

Apalagi,  Asian Development Bank (ADB) di akhir Oktober 2011 telah mengumumkan pertambahan angka kemiskinan di Indonesia mencapai 2,7 juta. Sementara presidennya justru menunjukkan sebagai orang yang super kaya.

Struktur kenegaraan tak bisa dipisahkan dari kepentingan pribadi, seolah negara adalah saya (Presiden SBY). Disaat ADB mengumumkan kemiskinan tantangan bagi pemerintah Indonesia, namun pernikahan ini justru menjadi hiburan ironis di tengah kemiskinan rakyat.

Inilah.com menyebutkan Pernikahan Anak SBY dan Hatta ini menghabiskan dana yang ditaksir hingga Rp40 miliar. Sunguh sebuah  Royal Wedding.

Selain itu, Sejumlah sekolah dasar di seputaran Istana Cipanas diliburkan. Sebuah Stasiun TV Nasional menyebutkan kebijakan meliburkan sekolah agar tidak menganggu proses pernikahan anak ungsu sang presiden. Kondisi yang sama juga terjadi di Gedung DPR RI, sejumlah rapat penting gagal dilakukan, dikabarkan banyak wakil rakyat dan pejabat mengikuti proses pernikahan anak sang "Prabu". Sunguh sebuah sikap yang buruk, pejabat banyak melalaikan tugas demi kepentingan pribadi sang presiden. 

Koalisi Cinta Berbuah Politis 

Pernikahan Ibas-Aliya juga merupakan koalisi cinta yang berbuah politik. Wajar saja kalau nantinya pernikahaan tesebut berekses politik. Orang tua keduanya merupakan pejabat penting, Partai Demokrat dan PAN. Bahkan ada pengamat yang berani memprediksi bahwa calon presiden dari Partai Demokrat pada Pilpres 2014 adalah Hatta Rajasa.





Selasa, 22 November 2011

Catatan Kecil, Pendidikan Seni Tradisi Etnik


Pewaris Seni Etnik
Pendidikan seni tradisi etnik kurang mengenal perkembangan mutakhir seni modern, sehingga perhatian terhadap pengembangan ilmu seni tersebut di Indonesia terutama di NTT masih belum memadai. Kondisi itu menyebabkan kesejajaran mutu ilmiah antara seni modern dan seni etnik belum tercapai hingga saat ini

Selama ini penyelenggaraan pendidikan tinggi seni di Indonesia, baik Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) maupun non-LPTK, serta Pendidikan Seni SMU cenderung menggunakan paradigma yang berorientasi pada kesenimanan. Pendidikan tinggi seni di Indonesia masih belum sepenuhnya memperhatikan lulusan yang dipersiapkan untuk menjadi pengkaji, pengelola, penyaji, dan guru seni.

Pilihan paradigma tersebut memang bukan merupakan kesalahan, tetapi bisa mengakibatkan pelaksanaan pendidikan yang ada menjadi kurang atau tidak komprehensif serta taksonomi ilmu-ilmu seni dan aspek metodiknya berada dalam posisi yang tidak seimbang. Padahal untuk mencapai proses pendidikan yang komprehensif, hubungan antara kompetensi dan materi pembelajaran atau taksonomi ilmu-ilmu seni serta metode pembelajarannya masing-masing hendaknya memperoleh porsi yang seimbang.


Kekurang seimbangan tersebut mengakibatkan pendidikan seni cenderung mengedepankan sifat monokultural. Salah satu akibat yang  mudah diamati adalah munculnya polarisasi antara seni modern barat di satu sisi dan seni tradisi etnik di sisi lain sebagai orientasi utamanya. Interaksi keduanya belum muncul sepenuhnya dalam penyelenggaraan pendidikan seni di Indonesia

Kampus tanpa seni adalah kebun binatang, yang merupakan bukti bahwa kebutuhan akan berekspresi dan berkesenian semakin tinggi. Hidup tanpa seni sama saja dengan sayur tanpa garam. Sungguh sayang, keberadaan seni di Indonesia belum memasuki tahap pokok. Seni masih merupakan sampingan, bukan prioritas utama dan belum menjadi 'nasi' bagi sebagian masyarakat.

Padahal, tanpa seni dan budaya hidup terasa hambar dan Indonesia tidak akan dikenal secara internasional. Mari kita lestarikan warisan-warisan asli Indonesia khususnya NTT agar tetap ada sampai berjuta generasi yang akan datang.

Jumat, 18 November 2011

Telusur Dunia SEX Labuan Bajo (Bagian ke 5)

Dunia Pelacuran hingga kapapun akan selalu menarik untuk terus ditelusuri. Tidak hanya persoalan pelacur tapi juga sisi lain seperti perdagangan manusia, kemiskinan, korban kekerasan, korban perceraian, Broken home dan persoalan sosial lain yang juga erat dengan dunia pelacuran. Dunia pelacuran tidak hanya terdapat di perkotaan namun kini merambah wilayah pedalaman hingga desa desa. Hal inilah yang mendorong saya melakukan sebuah studi prostitusi secara teoritis bertolak dari peranan psikososial terhadap prilaku moral yang ditemukan william M. Kurtines
Dalam teorinya Kutines mengatakan individu merupakan suatu badan moral yang tindakan dan keputusannya berlangsung dalam suatu konteks sistim aturan dan peranan yang ditentukan secara sosial. (Kurtines; 1992:511)
 


 Pantai Pijat Kawasan Gorontalo

Pesisir Pantai Gorontalo ds. Gorontalo kecamatan Komodo, Kab. Mangarai Barat terlihat kumuh disiang hari namun ketika matahari terbenam kawasan ini berubah menjadi “surga” kecil. Apapun yang ingin Anda lakukan sesuai hasrat Anda, semuanya ada di Kota ini, asalkan Anda punya kepeng alias Doi. Selain Pub dan Karoke kawasan ini juga punya Pantai Pijat.

Salah satu yang terkenal adalah DEWI Massage. Para pemijat tentu berpenampialn cantik dan menarik. Setiap kali melayani tamunya si pemijat mengenakan baju seksi hingga dadanya nampak seperti katepel, serta rok supermini. Pokoknya mantap abiss...

Dewi Massage tempat Pijat yang biasa - biasa saja, tapi dengan service yang luar biasa yang memiliki metode penguasaan skill yang lebih profesional. Selain badan jadi enak dipijat memulihkan otot otot yang tegang, juga melemaskan otot lainnya, dan bisa membuat batin menikmatinya ;).


Pijatan DEWI Massage lebih halus dan sopan, tapi metodenya tersamar. Biasanya setelah membuka baju dan celana, tinggal pakai Celana Dalam, penikmat pijatan langsung tidur telungkup. Si Pemijat mulai memijat pelan - pelan dengan tekanan - tekanan yang lembut dari telapak kaki sampai ke paha, selanjutnya ditawari mau pakai cream atau tidak. Kalau Si Pengunjung lagi pengin dipijat bugil, tinggal bilang aja, “Mbak, ntar creamnya kena celana doonkkk”, biasanya dia akan bilang, “Oohhh, klo gitu dibuka aja, ga apa-apa kok…”

Setelah mencopot Celana Dalam, Pemijat yang berpengalaman sudah tahu persis keinginan Customer nya, akan memulai tekhnik memijat dari telapak kaki sampai sekitar paha dan pantat, dengan sedikit menyenggol - nyenggol selangkangan untuk memancing Syahwat. Hal ini dilakukan secara konsisten dengan sedikit memanipulasi perilaku. Setelah selesai pijat, dengan nada dan ekspresi wajah yang biasa-biasa saja dan pura - pura lugu, Pemijat akan nanya, “Udah selesai, Mas. Ada yang masih kurang gak?” Nah, ini adalah pertanyaan memancing, apakah Anda mau di service lebih atau tidak.

Biasanya kalau tamunya udah nepsong, si Pemijat akan langsung menawarkan mau ML ditempat atau pijat selangkangan aja, dan tawar menawar harga sampai dengan eksekusi dilakukan ditempat yang sama hehehe..

Harganya bervariasi berkisar 250 ribu hingga 500 ribu. Biasanya setelah dipijat Customer enggan meningalkan si pemijat begitu saja..

Prostitusi di wilayah ini kian marak, Kriminalitaspun meningkat. Terakhir kasus polisi tembak polisi, diduga setelah mabuk mabukan di Pub dan Karoke Puri Asih. Selain Karoke Puri Asih atau yang dikenal dengan nama PUB PUTU juga menjual servis sex Short time.

Para Pelaku wisata menentang keras Menjamurnya Pub Dan Karoke di wilayah ini sebagai akibat dari pertumbuhan Pariwisata. Menurut Wakil Ketua Forum Pariwisata Mabar, Arie Marius Saridin, Praktek Prostitusi ini lebih banyak di "jamah" warga Lokal. Ketua PHRI Mabar, Silvester Wanggel, menuding maraknya PUB dan Karoke di kawasan Gorontalo justru menganggu pertumbuhan pariwisata di wilayah tersebut. 

Minggu, 13 November 2011

Catatan Kecil : Komodo Dalam Untung dan Malang


Komodo mempunyai kisah untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Ia adalah pulau, satwa yang tertinggal sebagai satu-satunya warisan zaman "Jurrasic", bahasa, suku, sekaligus taman nasional.

Add caption
Sebagai pulau ia mempunyai cerita. Sebagai satwa langka, ia mempunyai silsilah. Sebagai bahasa, ia mempunyai cara. Sebagai suku, ia mempunyai legenda. Dan sebagai taman nasional, ia mempunyai falsafah.
Dengarkan Komodo punya cerita. Kecantikan yang terbentang tepat di jantung garis Wallaceae menjadikannya kaya dengan perpaduan sifat alami Australia dan Asia pada flora dan faunanya. Dan semuanya langka alias the one and only in the world.


Komodo sebagai taman nasional membentang di area 1.817 hektare. Laut dan daratnya menyimpan kecantikan khas Indonesia yang sulit digambarkan. Dan inilah "Taman Jurassic" yang sebenarnya, tersaji indah, dan terbiar alami di belahan timur Indonesia. Komodo, burung endemik, pantai berwarna pink, gugusan terumbu karang yang berwarna-warni, kelelawar goa, berikut seni, dan budaya suku-sukunya, adalah keajaiban.

Ibarat mozaik warna yang terbingkai dalam satu frame, Komodo adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk Indonesia. Maka pantas jika ia ternobatkan sebagai keajaiban dunia yang sebenarnya, sebab ia hanya terbingkai satu-satunya di sini, di ujung timur Indonesia, sebagai "Taman Jurrasic" yang asli peninggalan era pleistosen.

Tak perlu dikatakan, sebab dunia pun tahu keajaiban Komodo. Buktinya, hampir 20 tahun taman nasional itu menjadi world heritage site yang diakui UNESCO. Dan kini, ia menjadi 7 keajaiban dunia versi alam yang meminta penilaian satu miliar voter dari seluruh dunia melalui www.new7wonders.com.

Kampanye jor-joran dalam dua tahun terakhir tentang Komodo menjadikan kawasan itu kian dikenal. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Manggarai Barat selaku pemangku kepentingan administratif mencatat, terjadi kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung secara signifikan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Manggarai Barat Paulus Salasa mengatakan, pada 2009 jumlah wisatawan ke Komodo mencapai 35.000 orang dan 87 persen di antaranya turis asing. "Tahun 2010 jumlahnya sudah 36.000 orang," katanya.

Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Manggarai memprediksi, sampai tutup tahun jumlah wisatawan akan mencapai 40.000 orang dan diperkirakan sampai 50.000 wisatawan pada tahun depan.
Wakil Bupati Manggarai Barat Maxi Gasa menegaskan, masyarakat dari berbagai kelas mendulang untung dari popularitas Komodo. "Ada yang alih profesi dari nelayan menjadi perajin souvenir, menjadi pemandu wisata, hingga berinvestasi di bisnis pariwisata, termasuk menyulap kapal nelayan menjadi kapal wisata," katanya.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima sampai Oktober 2010 dari TN Komodo telah mencapai Rp1,2 miliar. Sementara hasil pungutan PNK sejak tahun 2005 mencapai U$ 1,4 juta lebih dan akhir tahun 2011 akan disetor ke pemerintah Pusat.

Di sisi lain, investor berkantong tebal melirik Komodo dan berlomba mendirikan sarana pendukung pariwisata mulai dari hotel hingga restoran. Selainitu, inflasi lokal dan biaya hidup kian tinggi akibat banyaknya wisatawan yang datang. Inilah konsekuensi logis yang harus ditanggung masyarakat di Labuan Bajo.

Namun semua berharap berkah Komodo tidak sekadar menetes di lingkungan masyarakat lokal melainkan mengucur memberikan perubahan signifikan. Akankah hal itu bisa terjadi? Mengingat bila menilik lebih jauh Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) berada di tangan swasta yakni PT Putri Naga Komodo?
Kabarnya, perusahaan itu telah menghentikan operasi sementara per-20 November 2010 akibat aturan baru pemerintah yang membuat wisatawan enggan membayar "conservation fee" yang mereka kenakan. Toh, izin IPPA masih di tangan mereka sampai puluhan tahun ke depan. Berhenti sementara untuk merancang strategi?

Sementara Bupati Manggarai Barat, Agustinus Dula mengatakan Pengelolahan Taman Nasional Komodo (TNK) di Pulau Komodo, Kecamatan Komodo yang selama ini langsung ditangani pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan RI dengan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai perpanjangan tangan, ternyata Kabupaten Manggarai Barat yang punya asset itu hanya menerima Rp.300 juta tiap tahunnya dari jatah bagi hasil pajak. “Daerah kita terima selama ini tidak sampai Rp.1 miliar hanya Rp.300 juta saja setiap tahunnya padahal TNK ada didaerah kita,” Katanya

Bagaimana dengan warga lokal?

Warga Komodo
Bagi nelayan Suku Bajo yang tinggal di sekitar Pulau Rinca, Ali Mudar M. Nur, laut adalah hidup. Ayah empat anak itu dalam sehari menangkap paling banyak 20 ikan kombong untuk diasinkan, diasapkan, kemudian dijual seekor Rp 2.500.

"Sejak dulu seperti ini. Tidak ada yang berubah, meskipun orang datang dan pergi ke Komodo," katanya.
Ali Mudar tak tahu-menahu soal kampanye "Vote Komodo for New 7 Wonders of Nature", sebab baginya menyambung hidup menjadi ihwal yang jauh lebih penting. Ia bersama Komodo di sekitarnya ibarat menjadi simalakama. Nasibnya tak beda jauh dengan kawasan taman nasional yang menanti upaya konservasi.
Pariwisata datang membawa banyak orang, Ali Mudar bersama lingkungannya dipaksa menelan dampak positif dan negatifnya sekaligus. Boleh jadi industri pariwisata menjadi ragu, mampukah mengangkat kehidupan masyarakat lokal menjadi lebih baik? Toh selama ini warga di pulau Komodo apalagi rinca hidup miskin, tinggal di rumah tak layak huni.

Kepala Seksi pengelolaan TN Wilayah I Pulau Rinca Kementerian Kehutanan Lukman Hidayat menuturkan, bila pariwisata berkembang pesat di TN Komodo akan berpengaruh langsung pada ekosistem. "Ini menjadi PR ketika mulai muncul pengaruh buruk misalnya makin melimpahnya limbah minyak dan sampah," katanya.
Satwa komodo pun akan makin jarang terlihat karena semakin banyak lalu lalang manusia. Jadi, siapkah Komodo menjelang lebih banyak orang datang?

Dengan segala keterbatasannya, Komodo memilih menjadi sebuah paket wisata minat khusus. Ia memilih pendatangnya sendiri dan hanya bagi mereka yang siap dengan segala keterbatasan. Akses transportasi udara yang terbatas, instalasi listrik yang belum sempurna, penginapan tanpa pilihan, fasilitas telekomunikasi tak optimal, hingga masih minimnya souvenir untuk dibawa pulang.

Oleh karenanya, menyebut Komodo pada akhirnya menjadi demikian kompleks. Sebab ia tidak sekadar suku kata dengan satu arti. Komodo adalah kumpulan cerita yang tak pernah habis untuk iperdengarkan di segala zaman. Komodo bukan sekadar satwa Varanus komodoensis yang satu-satunya di dunia, tetapi juga budaya, masyarakat, bahasa, dan sebuah pulau yang kesepian, serta menanti upaya konservasi berkelanjutan.

Telusur Dunia SEX Labuan Bajo (Bagian 4)

Dunia Pelacuran hingga kapapun akan selalu menarik untuk terus ditelusuri. Tidak hanya persoalan pelacur tapi juga sisi lain seperti perdagangan manusia, kemiskinan, korban kekerasan, korban perceraian, Broken home dan persoalan sosial lain yang juga erat dengan dunia pelacuran. Dunia pelacuran tidak hanya terdapat di perkotaan namun kini merambah wilayah pedalaman hingga desa desa. Hal inilah yang mendorong saya melakukan sebuah studi prostitusi secara teoritis bertolak dari peranan psikososial terhadap prilaku moral yang ditemukan william M. Kurtines
Dalam teorinya Kutines mengatakan individu merupakan suatu badan moral yang tindakan dan keputusannya berlangsung dalam suatu konteks sistim aturan dan peranan yang ditentukan secara sosial. (Kurtines; 1992:511)
 

Bunga (20) : Perawan direnggut Sang Pacar Kemudian Melacur

PUB and Karoke Mawar Jingga atau biasa sebut MJ  sangat Ramai Pengunjung. MJ Berdampingan dengan rumah penduduk Gorontalo, mojok disudut sebuah lahan kosong, menuju tempat ini tidak mudah aku harus melewati kubangan panjang, menyelusuri rumah rumah warga. Sekalipun cukup sulit dijangkau MJ menjadi tempat Favorit, pasalnya ditempat ini banyak Pelacur berumur lebih mudah berkisar 18 hingga 23 tahunan.

Lahan kosong samping MJ penuh kendaraan, Motorku kupaksakan berdempetan dengan motor lain yang sudah duluan diparkirkan di tempat itu “Malam Pak, didalam semua meja penuh. Tapi kami punya kantin, kalau mau silakan beristrahat sejenak” sambut Security MJ. akupun tak keberatan dengan ajakan itu. Memesan minuman dingin lalu duduk dipojok kantin.

“Mereka pikir mereka siapa, lebih suci?, enak aja raba raba tetek orang” keluh seorang pelacur. Pelacur ini baru saja keluar dari ruangan karoke ngedumen lalu duduk disebelahku.
    “Kenapa Mba. Ada masalah” tanyaku mencari tahu
“Itu lho Mas, Laki laki didalam, senaknya megang megang "punyaku”. Begitulah kalo dah mabuk”
“Saya sudah tegur tamunya. Sekarang kamu kembali kedalam lagi temani mereka” pinta security
Pelacur itupun kembali ke ruangan Karoke.

“Pak, sekarang sudah ada meja kosong satu, silakan masuk jika pingin minum dan karoke” Ajak Security.

Aku dihantar masuk dan dipersilakan duduk di sebuah meja nomor 2. Ruangan karokenya tidak begitu luas, dinding ruangan dilapisi karpet, mungkin saja berfungsi sebagai peredam suara, Lampu lampu kelap kelip menutar kesetiap sudut, sangat remang remang, Cahaya sedikit terbantu dari layar LCD yang berfungsi sebagai monitor lagu lagu karoke.

“selamat malam Mas. Sendirian saja” sapa seorang pelacur. Kami bersalaman
“Tanganmu halus bener” godaku
“ Ah..mas Bisa aja, sama saja semua laki laki juga bilang begitu” cetusnya

Aku pesan 2 Bir Bintang dan si pelacur yang memerkenalkan diri bernama Bunga meminta Bir Hitam. Lagu Kesukaanku, Nothing To Lose dari MLTR mengalun, dinyakikan seorang laki laki dimeja sebelahku.
“Dansa Yuuukk” ajak Bunga
Tangannya melingkar dileherku, Pandanganku hanya bisa ke arah kiri, sementara bunga ke arah kanan. Sangat dekat, jantungku berdebar kencang seolah mengiringgi syair syair Nothing To Lose.
“sudah berapa lama kamu disini” tanyaku samping bergerak ke kiri dan kanan mengikuti irama lagu.
“Dua Bulan” jawab bunga singkat

Dari jarak yang sangat dekat paras wajah bunga sangat cantik, putih, tinggi sekitar 165 cm. Malam itu Ia mengenakan gaun hingga 25 cm dari lututnya. Saat dia semakin mendekap melingkarkan kedua tangannya ke leherku, aku makin tak mampu bernafas bau parfum menyengat kepernafasanku.
“Ini perempuan madi air atau Parfum ya..”pikirku

Kurasakan irama dansa yang kami lakoni semakin jauh dari irama lagu Nothing to lose, Bunga selalu membuat gerakan "plus" hingga Dadaku bersentuhan dengan badannya. Kepalanya disandarkan pada dadaku, seolah mau merasakan detak jantungku yang sejak tadi susah payah aku menahannya agar tak berdetak kencang. Aroma Shampoo Dave tercium dari rambutnya menyengat ke pernafasanku.
“ Mas, Main yukk” Bisik Bunga lembut ke telinga kananku
“ Berapa”
“250 Ribu aja Mas”
“Ah mahal sekali” kataku sambil terus berdangsa
“Trus Situ mintanya berapa?” Bunga terus membangkitkan Hasratku
“100 Ribu. Gimana?”
“Ahh..kere bangat sih”
Tawar menawarpun sejenak terhenti. Kami kembali ke Meja. Baru beberapa tegukan Bir kunikmati Bunga kembali meneruskan tawaran transaksi.
“ Gimana tadi, mau nga, 250 Ribu?”
“Gini aja, 150 Ribu..yaa”
“Oke lah”
 Bungapun setuju dengan tawaranku.
“Dimana?”
“Dikamarku”

Bunga mengajakku ke kamarnya, menelurusi gang kecil, melewati WC yang beraroma bauk busuk. Rupanya bagian belakang bangunan itu berjejer Kmar kamar pelacur yang juga berfungsi sebagai tempat layanan sex short time. Sebelum sampai pada kamar Bunga aku berpapasan dengan laki laki yang mungkin saja baru berkencan di sebuah kamar.

“Masuk Mas” ajak Bunga
Kamar Bunga tidak begitu luas, ku perkirakan 2x3 meter. Pada dindingnya terdapat gambar artis Julia Perez yang membusung dada.
“Fanss ama Jupe ya”
“Iya Mas, Teteknya bagus, seksi” jawab bunga sambil merapikan tempat tidurnya.
“Mana Duitnya” Bunga Meminta uang transaksi pra kecan
 “Lho kok minta duluan”
“Iya Mas, aku takut, sering laki laki habis “main” langsung Kabur. Apa lagi kalo dah mabuk”
Ku buka dompetku dan kuberikan uang sebanyak 250 ribu
“Lho kok Banyak” tanya Bunga
“Gini, Aku bayar lebih. Aku mau kamu curhat soal hidupmu” . Kupakai istilah curhat pengganti kata wawancara. Pelacur di kawasan Gorontalo pada umumnya, "alergi" dengan kata wawancara.

Bunga rupanya Bunga tidak keberatan. Tak kusangka Bunga sangat Komunikatif, semua pertanyaanku dijawabnya tanpa ragu. Bunga mengabil rokokku membakar sebatang. Lalu ia mulai bercerita

“saya dari Jawa timur mas, saya kabur dari rumah. Orang saya tidak tahu kalau saya kerja seperti ini” ungkapnya.

Bunga anak sulung dari 3 bersaudara, ayah ibunya buruh. Ia melacur setelah pacar mengambil perawan Bunga. Bermula meneguk minuman keras di rumah sang pacar, saat Mabuk Pacarnya kemudian menyetubuhinya. Setelah hubungan pertama itu Bunga mengaku terus terusan melakukan hubungan badan dengan sang pacar. Hubungan haram ini dilakukan dirumah Bunga saat ayah ibunya pergi bekerja. Kadang kadang keduanya berkeliling kampung dengan sepeda motor hanya untuk mencari tempat nyaman untuk berhubungan sex. Meskipun keduanya sudah sering melakukan hubungan suami istri, Pacarnya kemudian berselingkuh dengan teman dekatnya. Bunga merasa sakit hati ditambah lagi ia berhenti sekolah saat masuki kelas 3 SMP, Kata Bunga kedua orang tuanya tak mampu lagi membiayai ia sekolah.

Hingga pada suatu hari Bunga bertemu dengan teman perempuan yang sudah 4 tahun bekerja sebagai pelacur di Doli surabaya. “saya sadar saya tidak perawan lagi, lagian ngapain saja dirumah” kata Bunga. Iapun mengikuti saran teman perempuannya itu ke Doli.

Di tempat pelacuran terbesar di asia itu Bunga tak perna sepi melayani Laki laki Hidung belang. Dalam semalam ia bisa melayani 3 hingga 5 orang laki laki dengan tarif 200 ribu hingga 250 ribu. Harga yang ditawarkan Bunga cukup wajar untuk ukuran pelacuran Doli, Bunga baru berumur 18 tahun dan baru melacur ditempat itu. 2 tahun hidupnya ia habiskan di tempat esek esek itu dan ia tak bisa menghitung berapa banyak laki laki yang sudah berhubungan sex dengannya. “Uang yang aku dapat ta kirim ke rumah mas. Untuk merehap rumah orang tuaku” katanya

Bunga mengetahui labuan bajo dari teman pelacurnya yang sama sepertinya perna bekerja di Doli. Mengikuti ajakan teman itu Bunga berani meningalkan pulau jawa.
“Bapa Ibu nga tahu aku disini, mereka hanya tahu aku kerja di Bali. Di restauran. Mereka juga tak pernah mencari tahu, dari penghasilanku setiap bulan aku selalu kirimkan ke orang tua di kampung” jelasnya.

Bunga tidak memperlakukan secara ketat tamunya untuk memakai kondom atau tidak semua pilihan diserahkan pada tamunya. Ia memang takut dengan berbagai penyakit menular seksual (PMS) atau HIV/AIDS, Namun semua kemungkinan itu tidak dipikirkannya. Dia menjalani saja setiap yang terjadi dan yang menimpa dirinya, bahkan Bunga kadang kadang menikmati hubungan seksual dengan para tamunya jika ia merasa pas dengan pasangan persetubuhannya itu. Kadang kadang dalam seminggu Bunga dapat menikmati hubungan seksual tersebut sampai puas sebanyak dua kali atau tiga kali. “Tergantung dari mood, apakah badan sedang fit atau tidak dan pada saat kita merasa suka sama suka atau tidak” Ujar Bunga

Pendapatan Bunga sejak bekerja di MJ mencapai 15 juta. Tarifnya untuk sekali kecan tak perna kurang dari 250 ribu. Bunga mengaku perna di boking oleh seorang kontraktor dari Ruteng selama seminggu di Hotel dengan tarif 700 ribu semalam plus 200 ribu cas buat “mami”. “Kalau musim proyek biasanya rame Mas, Kontraktor biasa boking berhari hari” ungkapnya.

Dalam HandPhone Bunga terdapat sejumlah nama yang hampir semuanya samaran. Beberapa Nomor sama dengan yang ada di Hpku, PNS di beberapa kantor dinas. “Oh ini..dia baik mas, sering kasih lebih, Dia jarang kesini, kalau Boking lewat SMS aja atau telepon” kata bunga menjawab pertanyaanku terkait beberapa nomor di Handphonenya.

Selain melayani 3 hingga 6 laki laki dalam semalam bunga mengaku juga memiliki pacar di Labun Bajo. “Katanya dia Pegawai disini, dan saya tahu sudah beristri” jelasnya.

Disela sela melayani tamunya, Bungapun dengan senang hati melayani sang pacar baik siang, sore maupun malam hari. Menurut dia selama melakukan hubungan sex dengan pacarnya, ia melakukannya dengan sepenuh hati sehingga mendapat kepuasan seksual layaknya suami istri.

Secara terus terang Bunga lelah dengan pekerjaannya, Ia ingin menikah dan hidup berumah tangga. Sejak kecil dirinya sering salat dan membaca al-Qur’an Bahkan pernah belajar membaca kitab kitab gundul (kitab Klasik yang menjadi tradisi umat Islam di Indonesia Khususnya Nahdlatul Ulama) disebuah pesantren di Jawa Timur. Sejak di Doli dan Labuan Bajo ia tak lagi melakukan itu meskipun selalu mengingatnya. Bunga ragu ragu melaksanakan Salat, sebab dia merasa sedang berada di sebuah kubangan dosa.

Telusur Dunia SEX Labuan Bajo (Bagian 3)

Jelajah Tempat Pelacuran
Sambungan dari Bagian ke 2

Angin malam kian menujuk sumsum tulangku, ruas jalan Pasar Inpres Gorontalo-PLN nampak sepi, hanya beberapa pedagang di sekitar pasar sedang duduk duduk main kartu sembari menunggu air PDAM yang sudah seminggu tidak mengalir di wilayah itu. Hanya satu dua kendaraan bermotor melintas. Ditepi jalan dua ekor anjing mengais ngais sampah yang sudah 3 hari bertumpuk tak diangkut petugas sampah. Hampir pukul 00.00, gongganan anjing serta segerobolan Kambing yang dibiarkan berkeliaran bebas menyaksikan petualanganku menyusuri kawasan gorontalo.

Tepat didepan Dragon Pub and Karoke kawasan Pede, sangat ramai, di halaman depan nampak beberapa sepeda motor saja. “Parkir di belakang saja om” pinta security. Halaman belakang tempat hiburan ini penuh kendaraan. Ku parkirkan motorku persis di bawah sebuah pohon kecil. Kupikir akan sedikit lebih aman dari tetesan embun.

Dari halaman belakang terlihat kamar berjejeran, yang ukurannya hampir sama dengan kamar kost kossan. Beberapa saat ku memilih duduk duduk diatas sadel motorku, mencari inspirasi untuk  mengali banyak informasi terkait tempat hiburan itu. Ku bakar sebatang rokok dan ku hisap dalam dalam, seorang laki laki hidung belang melintas di depanku, untung saja posisiku tak dapat dilihat, pohon tadi menghalau pandangan lelaki bertubuh kekar itu. Ia berdiri didepan sebuah pintu kamar paling pojok, ku coba perhatikan mungkin saja ku mengenalinya, namun perhatianku berpaling pada sosok pelacur berpakaian super ketat, muncul menghampiri sang lelaki tadi. Keduanya sempat berciuman lantas pelacur yang berambut pendek itu membukakan pintu dan keduanya masuk. “Hemmm..rupanya kamar kamar ini digunakan untuk kencan short time” Pikirku

Kraakkk....pintu kamar tengah terbuka, seorang laki laki keluar dari kamar. Pelacur bertubuh pendek badannya kurus rambutnya nampak kusut dan tubuhnya dibalut dengan kain kemudian menutup pintu kembali. Laki laki yang baru melakukan transaksi sex ini memperhatikan aku. Cepat cepat aku mematikan rokokku dan membuangnya, ku ambil satu batang rokok lagi, ku dekati dia dan berpura pura meminjam korek gas.
    “kaka ada korek ko?”
    “Hae...Mache, kau dengan sapa?.
Aku tersentak rupanya laki laki yang baru berkencan itu seorang kotraktor berinisial MT yang sangat ku kenal. Beberapa waktu sebelumnya dia mendapat sebuah proyek jembatan di kecamatan Komodo.
    “Mari kita duduk di dalam”
    “Iya kaka. Silakan kaka duluan”
    “ole..kraeng e. Tenang sa, saya traktir” . ajaknya sambil menarik tanganku.
Ruangan karaoke dragon malam itu sangat penuh pengunjung, ada tujuh buah meja dan semuanya ditempati pengunjung. Aku duduk bersebelahan dengan seorang pelacur, wajahnya akrab denganku.
    “ Hai..Abang ketemu lagi” sapanya
    “ Ternyata Pa wartawan ini sering kesini juga ee” cetus MT
    “Ketemu minggu lalu papi, di polres sewaktu kami ke sana ikut penyuluhan”
Aku memberikan senyuman kecil pada MT setelah pelacur tadi menyapanya dengan kata Papi, MT pun tersipu malu.
    “Ayo minum, Nur tolong ambilkan satu gelas lagi”
    “Kraeng..hidup ini jangan terlalu serius. Sante saja” cetus MT
Satu meja bersama MT juga ada seorang rekan kontraktornya, satu konsultan dan satu lagi seorang PNS di dinas PU. Aku merasakan ada perubahan pada prilaku pada ketiganya. Dua orang pelacur yang mengapiti ketiganya seolah tak dihiraukan. Pandanganku ku alihkan ke layar yang berada di bagian tengah ruangan itu.

Kunikmati Lagu How Can I tell her dari Lobo yang di nyanyikan meja nomor 2, di bagian depan layar karoke nampak 4 pasangan berdangsa tidak seperti cara berdangsa pesta orang manggarai yang perna kuikuti. Tangan pelacur melingkar di leher laki laki, sementara tangan laki laki melingkar dipingan pelacur, kedua tubuh mereka mendekap erat seperti lem buah mamis. Sangat erat melekat. Aksi ciumanpun sesekali dipertontonkan. Serasa sedang berada di Hollywood.

Pelacur bertubuh mungil dan nampak kusut yang kulihat di belakang tadi kini berubah tampilan, rambutnya rapi, pakaiannyapun berganti, aroma parfumnya menyengat di hidungku, MT menyambutnya dan Pelacur itupun menjadikan pahan MT sebagai tempatnya. MT tak mau kalah tanganya melingkar di pingang pelacur itu hingga ke bagian perut.
    “Pi..mau lagi” Manjanya pada MT
    “Yang tadi belum puas” jawab MT tak mau kalah

Jam di Hp ku menujukkan pukul 01.25 musik diputar mendayu, tak ada lagi karoke, hanya tersisa empat meja, canda tawa dan suara manja para pelacur terdengar  mengalahkan suara musik. “hampir tutup mas, tapi tidak apa apa yang penting jangan karoke saja” jelas seorang pelacur ketika kutanya soal perubahan itu.

Dari jarak dekat, seorang laki laki berciuman mesrah dengan seorang pelacur, tangan laki laki itu picnik diseluruh tubuh pelacur, sementara sang pelacur memegang erat pingang sang hidung belang. Asik layak bintang Hollywood ini berlangsung lama menjadi totonanan menarik buat rekan pelacurnya juga aku. Hampir tak ada perasaan malu, silaturahmi bibir dan jari jemari itu mendapatkan teriakan histeris dan tepukkan tangan persis suasana penonton pertandingan piala dunia di afrika lalu. Ku terus perhatikan “pertandingan” dua bibir itu, namun ketika sang pelacur  liar memainkan kemampuanya sang hidung belang malah menarik bibirnya, kemudian berbisik ke telinga kiri pelacur, nampak sang pelacur mengagukan kepala lantas keduanya menghilang dari ruangan karoke. “ ah paling mereka “masuk”. Begitulah kalo dah mabuk” kata Nur yang sejak tadi setia bersama sang kontraktor.

Bersambung..

Sabtu, 12 November 2011

Telusur Dunia SEX Labuan Bajo (Bagian 2)

Dunia Pelacuran hingga kapapun akan selalu menarik untuk terus ditelusuri. Tidak hanya persoalan pelacur tapi juga sisi lain seperti perdagangan manusia, kemiskinan, korban kekerasan, korban perceraian, Broken home dan persoalan sosial lain yang juga erat dengan dunia pelacuran. Dunia pelacuran tidak hanya terdapat di perkotaan namun kini merambah wilayah pedalaman hingga desa desa. Hal inilah yang mendorong saya melakukan sebuah studi prostitusi secara teoritis bertolak dari peranan psikososial terhadap prilaku moral yang ditemukan william M. Kurtines
Dalam teorinya Kutines mengatakan individu merupakan suatu badan moral yang tindakan dan keputusannya berlangsung dalam suatu konteks sistim aturan dan peranan yang ditentukan secara sosial. (Kurtines; 1992:511)

Jelajah Tempat Pelacuran

Akhir Juli 2010,  aku menyelusuri satu demi satu tempat hiburan malam di wilayah pasar baru maupun Gorontalo Labuan Bajo. Malam itu seperti biasa PLN kembali memadamkan listrik, yang membuatku ingin keluar rumah. Menyelusuri Jalan Dalu Bintang Waemata hingga  Santigi Karoke tempat petualangan pertamaku malam itu. Jaraknya tak Jauh dari rumahku sekitar 700 meter. Santigi Karoke tepat ditengah pemukiman warga pertamina desa Gorontalo.

Santigi Karoke nampak sepi, tempat hibuaran ini hanya diteranggi lilin yang ditempatkan di sisi ruangan. Di dalam ruangan beberapa pelacur sedang asik memainkan Handphone sementara sebagian asik duduk duduk dihalaman depan sambil membakar beberapa potongan kayu.  “malam om, listrik mati didalam sedikit gelap” sapa seorang pelacur yang mengenakan pakian supermini. Dadanya nampak belahan seperti katepel. Saya dipersilakahkan duduk di sebuah kursi kayu.
“Mau minum, ya hitung hitung sambil nunggu listrik menyala” ajaknya lagi dengan sorot mata mengoda.
“oh..boleh, tapi kamu temanin ya” jawabku.
 “ya iyalah om, masa tamunya ditingalin” Pelacur yang mengaku bernama Lastri itupun beranjak dari tempat duduknya menuju ke arah belakang Gedung itu.


Tak lama berselang, dua botol Bir yang sudah dalam kadaan terbuka berada didepanku. Selain Bir Lastri juga membawa dua bungkus rokok, masing masing Sampurna dan Malboro, Sebungkus rokok soempurna diberikannya padaku sementara sebungkus malboro putih diselipkannya diantara buah dada-nya,  ku perkirakan sebesar dua gengam tangan orang dewasa. “ini untuk besok malam om” cetus Lastri.
Untuk 1 Botol Bir ditempat ini di jual seharga 45 ribu, sementara semua jenis rokok dijual dengan harga 20 ribu. Malam itu saya harus mengeluarkan 130 ribu. Listrik baru akan menyala jam 11 malam, jadi aku punya banyak waktu bersama Lastri.

Lastri berparas cantik, kulitnya putih, berbadan seksi, tinggi diperkirakan 168 cm, dengan ukuran buah dada lebih besar. Hal ini mungkin membuat perempuan 25 tahun ini menjadi primadona di tempat ini.
Malam itu Lastri menolak untuk di foto, namun tidak keberatan bercurhat. Pelacur asal surabaya ini mulai melacur di santigi Karoke sejak tahun 2008, berawal diajak teman yang sudah bekerja ditempat itu. “saya bertemu di Bali dan diajak ke labuan bajo, ya katanya disini lebih baik rejekinya” katanya sambil terus mengisap rokok Malboro putih kesukaan-nya.
“tapi sama saja, tetap mami  (Mujikari-red) yang untung. Kami tidak digaji, kami mendapat uang dari bokingan kamar saja, tapi harus dibagi juga ke mami” ungkpanya

Lastri mengaku tarifnya untuk sekali kecan Short Time berkisar antara 200 ribu hingga 500 ribu rupiah. Untuk layanan kecan short time biasanya dilakukan di tempat yang sama, di kamar kamar pelacur yang terletak dibagian depan bangunan itu. Ukurannya tidak lebih dari 2 X 2 Meter dengan satu tempat tidur kayu dan satu buah Lemari setinggi 1 meter. “Setiap kali masuk kamar (kencan-red) saya harus membayar 50 ribu kepada Mami, sebagai sewa kamar” Ungkapnya.

Pelacur ditempat ini juga bisa diajak kecan ke Hotel. Kata Lastri biaya kecan bisa mencapai 1 juta hingga 1,5 juta, dari tarif kencan pelacur harus membayar uang Cas ke Mami sebesar 300 ribu. “Kalau ke Hotel ya biasa dari jam 9 Malam hingga pagi. Mami kebagian jatah uang cas 300 ribu” Terangnya.


**
Listrik akhirnya menyala, Lagu dangdut memecahkan kesunyian diruangan itu. Minumanku belum habis, kamipun pindah kedalam ruangan karoke, sayang kecangnya suara musik membuatku tak bisa bertanya banyak pada Lastri.

Aku ditawari menyanyikan 3 lagu, ini menjadi tradisi ditempat ini setiap tamu memiliki jatah mendendangkan 3 buah lagu sebelum mic dipindahkan ke tamu lain. Saya memilih lagu pop berjudul si anggrek hitam yang di populerkan Lola Drakel dan satu buah lagu barat Paint My Love milik MLTR.
“suara sampean bagus” Puji Lastri sambil merebahkan kepalanya tepat di Bahuku.
 “Ah Biasa aja” jawabku.

Lagu dangdut campur sari Remix kemudian mengalun, seorang pelacur  mengenakan kaos hitam tak berlengan, kaosnya hanya menutupi bagian dada hingga sedikit bagian pusar serta  rok  levis mini yang hanya menutup bagian pantatnya berlengok mengikuti irama lagu. Ia terus berlengok ke kiri, memutar, sesekali ia mengelus elus pinggang hingga dada sambil menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Rambutnya yang panjang pun bergerak berlawanan gerak kepalanya. Rekan pelacur-nya memberikan tepuk tangan dan sedikit teriak histeris terutama saat saat gerkana erotis yang dipertontonkannya.

Tak seberapa lama berselang tiga orang tamu masuk ke ruangan karaoke. Kedatangan mereka langsung disambut 2 orang pelacur. Dipersilakan duduk persis bersebelahan denganku. Pelacur yang tadinya bergoyang bak Inul Daratista lantas masuk ke ruangan kasir kemudian membawa  5 buah bir dingin dan 4 buah gelas Bir. Bir dituangkan kedalam masing masing gelas, tiga buah gelas pertama di persembahkan ke tiga orang tamu sementara 2 gelas lain untuk 2 pelacur yang duduk diantara tamu.

Mataku terus tertuju pada meja disebelahku. Memperhatikan sikap manja para pelacur. “Mereka itu sudah langganan Sri dan Amel” Kata Lastri.  Saya merasakan Lastri terganggu dengan sikapku yang terus memandang tingkah 3 laki-laki dan 2 pelacur disebelahku. “Mas Kok dari tadi perhatiin mereka terus. Apa aku kurang genit ya” cetusnya meminta perhatianku.

Salah satu tamu tadi menyanyikan sebuah lagu dari Pance Pondaag, suaranya kacau, seumur hidupku baru kali ini aku mendengarkan orang menyanyi dengan sangat buruk. Nada nada tinggi khas Pance dalam lagi itu dinyanyikan rendah dan sesuka hati. Beberapa kali aku protes “itu salah, ah..seharusnya naik satu ketukan lagi...” namun aku sadar saat ini sedang dalam tempat pelacuran yang berkedok karaoke. Bernyanyi dengan benar ditempat ini tidak diwajibkan, yang penting pelayanan yang didapat, bernyanyi sambil berpelukan, meneguk bir dan mendapatkan pelayanan sex.    

2 Botol Bir Bintang dan satu buah Rokok Sampoerna tiba tiba saja diletakkan di mejaku, padahal aku tidak memesannya.
“ini dari Bos, Untuk mas. Katanya special, Gratis kok” jelas Lastri sambil menuangkan bir ke dalam gelas.
 “ Silakan Mas” lanjutnya.

“Apa kabar, Pa” sudah dari tadi? Sendiri-kah?”. Bos Yang dijelaskan Lastri menghampiriku. Hemm Rupanya dia seorang oknum Polisi pemilik tempat Santigi Karoke yang berinisial FM
“Sudah om, sejak Listrik Mati. Sendirian saja” jawabku
“Nyanyi kah?. Mau Lagu apa” tawar FM.
FM kemudian menuju meja DJ. Tak tahu apa yang dikatakan FM, terihat DJ hanya menganggukan  kepala.
“saya sudah omong DJ-nya, silakan pesan lagu kesukaannya Pak” ajak FM
“ya, Om. Terima kasih” Jawabku

Ku terus perhatikan FM, Wajahnya menujukkan kekuatiran dengan keberadaanku di tempat itu. Padahal aku bukan pejabat pemerintah yang datang memeriksa ijin operasi, bukan penarik pajak, aku juga bukan atasannya. Mungkin saja pekerjaanku sebagai Jurnalis membuatnya agak gugup. Untung saja Lastri tidak mengenaliku sehingga tanpa ragu menjawab semua pertanyaanku.

Sebotol Bir terakhir tak kuhabiskan. Kuberikan pada Lastri. FM ternyata melihatku hendak pamit ia kemudian menghampiriku.
“sudah Pa, tidak usah dibayar. Pa juga bukan siapa siapa. Santai saja” Pinta FM.
 “aduh Om tidak enak jadinya”
“tidak apa apa lah, tidak seberapa juga kok. Jangan dipikirkan” ujarnya
Akupun keluar dari ruangan karaoke itu, Lastri ikut mengantarku ke Pintu depan. Kuberikan uang tip sebesar 50 ribu untuknya.
“kapan kapan datang lagi ya mas. Kita masuk kamar atau ke Hotel” ajaknya manja



Bersambung...

Jumat, 11 November 2011

Telusur Dunia SEX Labuan Bajo (Bagian 1)


Dunia Pelacuran hingga kapapun akan selalu menarik untuk terus ditelusuri. Tidak hanya persoalan pelacur tapi juga sisi lain seperti perdagangan manusia, kemiskinan, korban kekerasan, korban perceraian, Broken home dan persoalan sosial lain yang juga erat dengan dunia pelacuran. Dunia pelacuran tidak hanya terdapat di perkotaan namun kini merambah wilayah pedalaman hingga desa desa. Hal inilah yang mendorong saya melakukan sebuah studi prostitusi secara teoritis bertolak dari peranan psikososial terhadap prilaku moral yang ditemukan william M. Kurtines
Dalam teorinya Kutines mengatakan individu merupakan suatu badan moral yang tindakan dan keputusannya berlangsung dalam suatu konteks sistim aturan dan peranan yang ditentukan secara sosial. (Kurtines; 1992:511)

Awal pelacuran di Labuan Bajo

Bunga, gambar diambil di Pub Komodo, Gorontalo
Labuan Bajo, berada di ujung barat pulau flores. Kota Labuan bajo terbagi dalam dua bagian, di sepanjang pantai dan di perbukitan. Di daerah ini hidup warga bersuku Manggarai, Timor, Bajo, Bugis dan Bima. Labuan Bajo sejak lama tersohor dengan obyek obyek wisata sebut saja Taman Nasional komodo (TNK), Batu Cermin, Batu susun, Pulau Bidadari, Pulau Kanawa, Seraya kecil, Pantai wae cicu dan beberapa tempat lain yang menarik banyak wisatawan baik domestik maupun asing datang berkunjung.


Lancarnya arus transportasi baik darat maupun udara membuat kota ibu kabupaten Manggarai Barat ini dibanjiri para pendatang dari luar Flores termasuk Para pelacur. Hijra para pelacur dari pulau Jawa ke Labuan bajo dimulai sejak tahun 1989, membuka praktek kecil kecilan secara tertutup, hingga membuka tempat praktek besar secara terbuka. Ada beberapa tempat yang sering dijadikan tempat pelacuran seperti Home Stay Kansas, di kawasan pantai pede, Losmen Sahabat, Kampung ujung, Losmen Sony, di puncak Puskesmas. Umumnya pelacur pelacur ini di berasal dari Pulau jawa dan sebagian dari Lombok, tidak ada pihak yang mengorganisir, mereka hijra secara perseorangan. Ketika merasa nyaman satu orang pelacur kemudian mengajak yang lain. Beberapa diantara mereka kini menetap di Labuan Bajo, ada yang menikah resmi dengan orang labuan bajo ada juga yang tetap menjadi istri simpanan.

Dunia pelacuran saat itu berjalan bebas dan terbuka. Tidak ada pihak yang berani menentangnya, baik itu pihak pemerintah maupun kelompok religius. Praktek inipun berjalan mulus hingga tahun 1998. Bersamaan dengan runtuhnya rezim orba pelacuran di labuan bajo kembali dilakukan secara tertutup. Tidak ada tempat khusus, Homestay Kansas koleps sejak Mami-nya meninggal dunia. Losmen sahabatpun demikian, buka prkatek secara diam diam.  

Praktek Pelacuran di Labuan Bajo sejak tahun 2003 kembali tumbuh subur bahkan menjamur seiring diangkatnya kota itu sebagai ibu kota kabupaten Manggarai Barat, hasil pemekaran Kabupaten Manggarai.  Tempat hiburan malam seperti Pub, Karoke, Bar paling banyak terdapat di wilayah Gorontalo. Wilayah yang sejak tahun 80-an menjadi tempt “keramat” kini berubah drastis menjadi kawasan perhotelan dan wilayah layanan sex.

Ruas jalan kawasan Gorontalo hampir tidak perna sepih, pada siang hari melintas para tamu hotel sementara pada malam hari berkeliaran para hidung belang dari berbagai latar belakang mulai dari ojek, pekerja birokrasi, kontraktor, oknum Polisi, TNI, Buruh Kapal.

Tempat tempat hiburan malam yang menjual servis sex ini mendapat izin operasional secara resmi dari pihak Mahpolres Manggarai Barat dan terdaftar di kantor pariwisata. Ijinan berlaku selama 3 bulan kemudian dapat diperpanjang untuk 3 bulan berikutnya.

Dalam ijinan yang dikeluarkan secara resmi tersebut para pemilik hiburan dilarang menjual layanan sex namun kenyataannya tidak demikian. Bukan menjadi sebuah rahasia lagi papan nama tempat  hiburan malam ini hanya kamuflase yang menyembunyikan praktek prostitusi besar besaran. Tempat Hiburan seperti, Santigi Karoke di wilayah Pasar baru, Pede Indah Kafe di kawasan pantai Pede, Dragon Bar and Karoke, Jayagiri Diskotik, Golontalo Beach Karoke, Mawar Jingga Kafe, Sasando Karoke, Komodo Karoke, Borgenfil Restauran and Karoke, Puri Asih PUB and karoke adalah deretan tempat hiburan malam yang menjual layanan sex.

Beberapa diantaranya milik oknum aparat keamanan dan Legislatif. Sasando Bar milik anggota DPRD Manggarai Barat, sementara Puri Asih karoke, Borgenfil karoke dan Santigi Karoke masing masing  milik oknum kepolisian Polres Manggarai Barat 

Pelacur di kawasan Gorontalo termasuk pelacur kelas bawah dengan tarif 150 ribu hingga 300 ribu rupiah untuk sekali kencan atau short time. Sementara untuk bokingan tarifnya berkisar 500 ribu hingga 1 juta.  Para pelacur ini biasanya didatangkan dari Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bayuwanggi, Jember Jawa Timur, Bandung, Bogor, Manado dan Jakarta.

Masing masing Tempat hiburan memiliki jaringan khusus untuk mendatangkan para pelacur. Untuk menjaga pelanggan biasanya setiap tempat hiburan malam saling menukar pelacur, ini agar menimbulkan kesan “anak Baru”.  Para pelacur asal luar daerah mengaku lebih suka “ngetem” di Labuan Bajo, mungkin saja tarif kecan lebih tinggi ketimbang di daerah sebelumnya seperti surabaya, Jakarta, Bandung, Bali dan beberapa kota lain yang hanya dihargai 25 ribu hingga 50 ribu untuk sekali kencan.
***

Rabu, 09 November 2011

Sedikit Tentang Ajaran Sosial Gereja - ASG

Ajaran Sosial Gereja ( ASG), adalah kumpulan dokumen-dokumen resmi Gereja Katolik, seputar perhatiannya kepada masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. Gereja sedari dulu tidak ingin menjadi menara gading yang berdiri kokoh, namun lingkungan sekitarnya terabaikan dan tertindas.

Rerum Novarum hingga Quadragesimo Anno

Anak Atambua, NTT, Putus sekolah kini menjadi Buruh Pertambangan Mangan
Gerakan enlightment,- sebuah gerakan pencerahan muncul pada abad ke-18 di seluruh daratan eropa. Gerakan intelektual ini menekankan kebebasan individu serta kebebasan manusia. Pengaruhnya terasa pada ajaran sosial Katolik serta kehidupan sosial dan lebih-lebih dalam teori politik dan praktik. Ada sebuah upaya untuk memadukan keduanya, dialog antara Gereja dan liberalisme politik. Namun, akhirnya Gereja merasa kebebasan individu, kebebasan manusia, dan akal budi manusia seharusnya tidak terpisah dari hubungannya dengan Allah dan hukum Allah.

Dilanjutkan pada abad ke-19, pada abad revolusi industri. Gereja mulai melihat adanya penderitaan kaum buruh dimana-mana. Buruh-buruh ini tidak mempunyai pendapatan yang layak, upah minimal. Tak ada undang-undang tentang pembatasan jam kerja, hak untuk berorganisasi, asuransi kecelakaan, perlindungan terhadap PHK. Pengusaha dengan seenaknya mengejar keuntungan, tanpa memperhitungkan kesejahteraan para buruh. Dengan demikian Kapitalisme ditolak. ( Rasanya, sampai sekarang hal ini masih relevan di Indonesia .... )


Sejalan dengan penderitaan kaum buruh itu, muncullah kritik atas sistem modal. Ada upaya untuk mencita-citakan masyarakat yang sejahtera, damai. Tenaga kerja dan pekerjaan diarahkan tidak untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi untuk mencapai kehidupan yang menyenangkan. Negara diharapkan berperan besar dalam hal ini. Segala hal harus diatur oleh Negara. Inilah inti gerakan sosialisme pada waktu itu. Dan lagi-lagi dialog antara Gereja dan sosialisme terjadi. Gereja menolak terlalu besarnya peran Negara ini. Gereja memilih jalan tengah. Muncullah Rerum Novarum. 1891. Bukan kapitalisme. Bukan Sosialisme.

Gereja mengakui hak sah dan kebutuhan partisipasi oleh semua orang dalam hal milik pribadi, namun mendukung upah yang adil, hak buruh untuk berorganisasi, dan kebutuhan intervensi terbatas oleh Negara untuk menolong kelompok-kelompok yang ada dalam kesulitan."Ketika kepentingan umum dari sebuah kelas terganggu atau terancam oleh kejahatan yang tidak mungkin dapat diatasi, otoritas publik ( negara ) harus masuk untuk menghadapinya .......... Hukum tidak boleh berbuat lebih banyak dan tidak boleh masuk terlalu jauh daripada yang dibutuhkan untuk menangkal kejahatan dan menyingkirkan bahaya." ( Rasanya, juga masih relevan terjadi di negara kita ... )

Depresi besar akibat gelombang revolusi industri masih terjadi di awal abad ke-20. Dan buruh adalah korbannya. Tuan-tuan pemodal tetap bergembira. Kutukan Gereja terhadap bentuk extrem sosialisme dan individualisme kapitalistik tetap menggema.

Dengan lebih tegas, Quadragesimo anno, menyerukan perlunya intervensi negara dan hak terbatas atas hak milik pribadi yang mempunyai dimensi sosial. Kita ingat tahun 1931 adalah tahun krisis di Eropa dan Amerika. Mungkin ringkasan ini terlalu singkat untuk menjelaskan masa-masa revolusi industri dalam dunia modern pasca Renaissance.

Khusus untuk Pergumulan pemikiran di era modern ini dapat dibaca lebih detil dalam buku Filsafat Modern, karangan F Budi Hardiman, yang menggambarkan dengan jelas proses pemikiran akhir abad pertengahan hingga awal abad ke-20. Begitu banyak pergumulan ide, berbagai pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan yang mendasari segala hal yang terjadi pada masa itu, bahkan hingga kini.

Namun message dua ensiklik ini, oleh Paus Leo XIII dan Pius XI bahwa kita harus terlibat dan berpartisipasi memberi perhatian dalam ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita. Kita wajib dan berhak mengumpulkan harta pribadi demi kehidupan yang lebih layak. Namun orang lain, kaum miskin, juga berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Sebagian harta kita, adalah hak orang lain, hak kaum tertindas itu. Baiklah kiranya jika kita lebih mengenal sedikit saja tentang ajaran-ajaran itu; sehingga dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan nyata kita sekarang.

Ada 13 dokumen yang dapat dikategorikan sebagai ASG :

Rerum Novarum, "Keadaan Buruh", 1891, Paus Leo XIII
Quadragesimo Anno, "Empat Puluh Tahun Kemudian", 1931, Paus Pius XI
Mater et Magistra, "Kekristenan dan Kemajuan Sosial", 1961, Paus Yohanes XXIII
Pacem in Terris, "Perdamaian Dunia", 1963, Paus Yohanes XXIII
Gaudium et Spes,"Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern",1965, Konsili Vatikan II
Dignitatis Humanae, "Deklarasi tentang Kebebasan Beragama", 1965, Konsili Vatikan II
Populorum Progressio, "Tentang Kemajuan Bangsa", 1967, Paus Paulus VI
Octogesima Adveniens, "Panggilan untuk bertindak, dalam rangka Memperingati ulang tahun ke-80 Rerum Novarum, 1971, Paus Paulus VI
Iustitia in Mundo, "Keadilan di Dunia", 1971, Sinode Uskup di Roma
Evangelii Nuntiandi, "Penginjilan dalam dunia modern", 1975, Paus Paulus VI
Laborem Excersens, "Tentang Kerja Manusia", 1981, Paus Yohanes Paulus II
Solicitudo rei socialis, "Tentang Keprihatinan Sosial", 1987, Paus Yohanes Paulus II
Centesimus Annus, "Pada peringatan Ulang Tahun ke-100 Rerum Novarum", 1991, Paus Yohanes Paulus II

Keseluruhan dokumen tersebut haruslah dibaca dan dimengerti sesuai dengan jaman yang melingkupi pembuatan dokumen tersebut, inilah kekayaan kita yang menghargai adanya Tradisi dalam gereja kita. Misalnya munculnya Rerum Novarum, tidak lepas dari situasi abad ke-19 dimana buruh / pekerja kurang dimanusiawikan dalam lingkup dunia industri saat itu.

Jika tertarik untuk mendalami satu per satu ajaran itu, baiklah untuk sejenak membaca beberapa buku yang sudah beredar dalam bahasa Indonesia, seperti :

  1. Ajaran Sosial Katolik 1891 - sekarang; Buruh, Petani, dan Perang Nuklir; Charles E. Curran, terjemahan Kanisius 2007.
  2. Ajaran Sosial katolik, R Hardaputranto, Seri Forum LPPS No.18, LPPS, 1991  
  3. Solidaritas: 100 tahun Ajaran Sosial Katolik, Kanisius, 1999
  4.  Pokok-pokok Ajaran Sosial katolik, Michael Schulties, terj. Kanisius, 1993 
  5. Diskursus Sosial Gereja sejak Leo XIII, Eddy Krisitanto, Dioma, 2003 
  6. Bukan Kapitalisme, Bukan Sosialisme, Kanisius, 2004 
  7. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial katolik tahun 1891-1991, terj. R Hardawiryana, Dokpen KWI, 1999

Pahlawan dan Guru

Pahlawan, adalah sebuah kata yang dulu pertamakali saya ketahui ketika saya masih menginjak pendidikan Taman Kanak-Kanak, dimana setiap hari musti mengeja huruf demi huruf yang terpajang dibagian bawah sebuah sosok gambar(photo/poster)  manusia yang tertempel didinding kelas. Ada gambar Pangeran Diponegara sedang menunggang kuda dan mengacungkan keris, ada gambar Pattimura yang sedang memegang sebilah pedang. Disisi dinding lain ada juga gambar Jendral Ahmad Yani, Mayjend Soetoyo, dan MT Haryono yang dicantumkan dengan gelar ‘Pahlawan anumerta’.

Saat itu kalau saya harus menjelaskan maka tak akan pernah tahu persis definisi  kata pahlawan sebagaimana yang saya baca, apalagi kalau harus mengartikan  ada embel-embel dibelakangnya, baik embel-embel ‘anumerta’, embel-embel ‘nasional’, pun embel-embel ‘kemerdekaan’, serta yang lainnya.

Baru ketika menginjak Sekolah Dasar sedikit demi sedikit Ibu Guru sering mengulas tentang sosok-sosok gambar poster tersebut, disanalah sedikit demi sedikit pula saya mulai mengerti arti kata pahlawan tersebut.
Pahlawan menurut yang dijelaskan oleh Bu Guru SD, berasal dari dua kata, yaitu ‘pahala’ dan ‘wan‘. Pahala didefinisikannya sebagai ‘ganjaran’ dari apa yang telah dilakukan seseorang, sementara ‘wan’ diartikan sebagai sosok (subyek) manusianya, bahwa ada kata imbuhan ‘wan’ pun ‘wati’. Sehingga masih menurut Ibu Guru SD saya itu, kata pahlawan diartikannya dengan  

“Seseorang (manusia) yang berhak mendapatkan ganjaran pun pahala yang diperoleh berdasarkan tindakan baik dan bermanfaatnya terhadap sosok manusia-manusia disekitarnya.”

Masih dengan Guru yang sama, namun pada pelajaran yang berbeda. Kalau tadi kata pahlawan diatas dijelaskan dalam pelajaran Sejarah Indonesia, maka kali ini setelah belajar tentang ‘Apresiasi bahasa dan sastra Indonesia’, saya akhirnya jadi bertanya lagi tentang kata pahlawan sebagaimana yang sudah diterangkan oleh Bu Guru itu.


“Ketika ada kata wartawan, maka akan ada juga kata wartawati, itu digunakan untuk membedakan jenis kelamin pelakunya. Namun kenapa tidak pernah saya dengar kata pahlawati untuk mensejajarkan dengan kata pahlawan Bu Guru..?” demikian pertanyaan saya.

Bu Guru pun menjawab, “Memang kata pahlawan tak selalu disejajarkan dengan kata pahlawati, berbeda sekali dengan kata wartawan dengan wartawati, karyawan pun karyawati. Alasannya, karena kata pahlawan ini adalah sebuah kata benda (noun) yang memiliki kata sifat (adjektive) sebagai “pemberani”, sehingga sangat layak kalau ‘jantan’ selalu disematkan lantaran tepat dengan jenis kelamin ke-”lelaki-lelakian”-nya. Maka itulah dikenal kata pahlaWAN bukan pahlaWATI”.

Dulu, dulu sekali sewaktu saya masih Sekolah Dasar tepatnya ketika mendengarkan penjelasan Bu Guru perihal kata “pahlawan” tersebut, saya hanya bisa mengangguk-angguk (sok) mengerti. Namun  ternyata setelah menginjak SMP pun sampai bangkotan saat ini, saya hanya bisa nyengir dan senyum tertawa.  Entah kenapa kok saya sedikit merasa geli dibuatnya.

Tapi baiklah tak mengapa,saya  tetap menganggapnya itu adalah bagian terbaik dari pengabdian seorang Guru SD dikampung-udik yang profesinya selain sebagai Guru pun harus bekerja sebagai tukang tenun tradisional karena gaji bulanannya tak pernah cukup untuk menghidupi dua anak gadisnya.

Yang jelas setelah menginjak SLTA saya sedikit mendapatkan pencerahan masih dari Bapak Guru pengajar Bahasa juga. Beliau menjelaskan bahwa kata pahlawan termasuk dalam jenis kata benda (nouns) yang awalmulanya secara etimologi berasal dari bahasa Sanskerta berupa  “phala”, yaitu wujud ‘buah.’

Sementara menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia ), kata pahlawan adalah penunjukan sosok manusia dominan lantaran  keberanian serta pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Pahlawan adalah manusia berpahala yang tindakannya selalu didasari kemanfaatan bagi kepentingan orang banyak. Perbuatan-perbuatan yang dilakoni oleh seorang pahlawan memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain dilingkungan sekitar, karena dinilai bersifat mulia serta bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia di sekitarnya.

Sosok yang dipahlawankan biasanya selain karena berjasa adalah juga lantaran  difungsikan sebagai tolok ukur pun suri-tauladan bagi manusia lainnya. Semua itu bukan tanpa sebab, dasar sosok pahlawan adalah pejuang tiada sifat menyerah dalam mencapai cita-cita mulia, ikhlas dalam berkorban demi tercapainya satu tujuan denga dilandasi sikap tanpa pamrih pribadi.

Nah, masih dalam menelaah peringatan hari pahlawan 10 November 2011 kali ini, tatkala kita harus mengulas kata pahlawan yang dilandasi sikap tanpa pamrih pribadi, adalah syah adanya kalau sekali lagi kitapun juga musti mencermati “sikap tanpa pamrih” sebagaimana terlansir diatas sebagai landasan dalam berpijak.

Pertanyaannya, dalam kurun waktu belakangan ini, masihkah bisa kita lihat sikap kepahlawanan tanpa pamrih itu ditauladani oleh generasi kita..?  Mari kita cermati sambil juga mengaca pada diri-sendiri.

Kategori pahlawan dari dahulu sampai sekarang sepertinya masih belum berubah. Ada pahlawan nasional, pahlawan devisa, pahlawan kemanusiaan, pahlawan revolusi, pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan proklamasi dan masih banyak lagi, yang jelas semua kategori itu bisa kita ukur berdasarkan pada  prestasi yang didedikasikan.

Hanya saja masihkah benar-benar relevan sematan kategori  pahlawan itu terrealisasikan..? Ini adalah pertanyaan yang menurut saya sudah teramat diragukan  tingkat ketepatan dari banyak jawabannya.
Mari kita lihat sebagai contohnya adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mungkin akan menjadi tepat adanya bila seorang guru pengajar yang sekaligus pendidik ini dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa berada di (suku) pedalaman sana, ada di Papua misalnya, atau di pedalaman Sulawesi, Flores. Yang masih bisa saya lihat bahwa seorang guru dipedalaman itulah yang benar-benar masih menjadi sosok pendidik generasi penerus, selain juga sebagai tenaga pengajar tentunya. Guru dipedalaman masih teramat layak untuk dikatakan sebagai “digugu lan ditiru” segala ucapan pun perbuatannya.  Tetapi akan menjadi berbeda aktualisasinya adalah  ketika kita harus melihat kenyataan banyak guru yang ada di kota-kota besar. Sebut saja Ibukota Jakarta. Saya menyebutnya SUDAH SANGAT TIDAK LAYAK kalau guru-guru di Jakarta ini masih dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana masih bisa dikatakan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” jika yang kita lihat adalah banyaknya guru ini bisa menerima upah tiga kali dalam sebulan…? (sepertinya tak harus saya sebutkan khan jenis upah tiga kali sebulan itu..?) Lebih tidak layak lagi gelar ‘tanpa tanda jasa’ itu disematkan ketika kita bisa melihat bahwa seorang guru dalam mengajarpun terkadang dihitung berdasarkan durasi waktu yang bisa dirupiahkan.

Memang bukan satu kekeliruan yang mutlak  karena memang menyangkut perikehidupan yang layak, namun akankah rasa “mendidik” masih tersedia  pada guru dengan orientasi rupiah ini..?  Silahkan teman-teman tercintaku disini mencari jawaban obyektifnya.

Lain guru, ada lagi sematan pahlawan devisa, tak lain adalah saudara-saudara kita yang bekerja di manca negara sebagai TKI serta TKW. Adalah satu kenaifan yang acapkali digembar-gemborkan oleh para punggawa negeri ini tatkala  menyanjung-nyanjung jasa para pahlawan devisa yang katanya mendatangkan banyak nilai plus untuk kesejahteraan negeri. Akan tetapi, pernahkah para punggawa tersebut menyediakan tempat layak bagi (kesejahteraan) mereka saudara-saudara kita yang bekerja di manca negara itu..? Kapankah mereka para saudara  kita itu merasa menjadi bagian dari anak negeri bernama Indonesia ini lantaran benar-benar memperoleh perlindungan hak dari para Bapak negerinya..?
Mengambil nilai positif dalam memaknai peringatan hari pahlawan;

Bahwa semoga hal itu  mampu mendewasakan kita untuk tetap berkaca pada diri, sudah sejauh mana kita bisa memberlakukan kemanfaatan bagi masyarakat sekitar tanpa ada pamrih sama sekali.

Sebagai pelaku media, minimal adalah media weblog, sudah menjadi keharusan kitapun musti bisa kritis sebagai pelaku kontrol sosial, utamanya melihat  tingkah-polah ketidakadilan yang dilakonkan oleh para punggawa negeri yang sok pahlawan namun nyatanya hanya mensejahterakan keluarga pun kroni-kroninya itu. Sebaliknya, jangan juga langsung mengumbar emosi tatkala kita juga harus mendapatkan kritikan, apalagi yang sifatnya membangun.

Sebagaimana digambarkan dalam cerita pewayangan, bahwa yang dikenal sebagai tokoh ksatria adalah mereka-mereka yanga ada di Pandawa. Mereka itulah tokoh-tokoh yang dipahlawankan karena berani membela kebenaran serta jauh dari sifat menindas pun menghindari sikap batil lainnya.

Senada dengan kemuliaan pun keberlimpahan para ksatria tersebut, yang musti dijadikan sebagai bahan pengingat adalah jangan pernah jebakan itu menghinggapi diri ini, apalagi menjadi terbuai oleh kenikmatan yang ada, karena tiada yang bakal terlihat mulia ketika kita musti memerankan sebuah tampang arjuna namun tetap mengenakan taring drakula. Dan jika hal ini tanpa sadar telah menjadi bagian dari kebiasaan hidup yang hanya mementingkan hal pribadi pun kelompok, saya rasa sangat tepat jika tanda ‘pahlawan kesiangan’ musti disandangnya.

Pilihannya tetap bergantung pada diri kita, akankah ikhlas untuk menjadi pahlawan yang tanpa pamrih (bahkan tak terlalu berorientasi sebagai pahlawan)..?, ataukah mau menjadi arjuna bertaring drakula dan bersedia menjadi pahlawan kesiangan..?  Silahkan tentukan peringatan Anda untuk  tetap merayakan Hari Pahlawan..