LABUAN Bajo baru
sembilan tahun berstatus sebagai ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, terhitung
sejak pemekaran dari induknya, Manggarai, tahun 2003. Namun, pertumbuhannya
sangat fenomenal. Labuan Bajo kini menjadi satu-satunya kota kabupaten di NTT
yang telah didukung hotel berbintang.
Di Labuan Bajo,
hotel berbintang sebenarnya baru hadir tahun 2007. Hingga saat ini kelompok
hotel dimaksud berjumlah lima unit, termasuk satu di antaranya dalam proses
perampungan. Dengan kata lain, selama lima tahun Labuan Bajo ”melahirkan” lima
hotel berbintang!
Termasuk kelas
bintang, Labuan Bajo kini memiliki 43 hotel, home stay, hingga
losmen. Totalnya berkapasitas 585 kamar atau 780 tempat tidur. Harga kamar per
malam bervariasi, dari Rp 15.000 (Losmen Kembang Ragi) sampai Rp 2 juta (Hotel
Bintang Flores).
Labuan
Bajo yang kini berpenduduk sekitar 12.000 jiwa adalah kota pelabuhan di ujung
barat Pulau Flores. Posisinya langsung menghadap Taman Nasional Komodo (TNK) di
perairan Selat Sape. Karena posisinya itu pula hingga Labuan Bajo sekaligus
menjadi gerbang masuk ke TNK. TNK meliputi 264 pulau, dua di antaranya, Komodo
dan Rinca, merupakan habitat utama binatang purba komodo.
Keberadaan biawak
raksasa itu, apalagi setelah berhasil menjadi tujuh keajaiban dunia, terasa semakin
menyihir dunia. Daya hipnotis menjadi pendongkrak utama pertumbuhan Labuan Bajo
yang semakin menggeliat, seiring kehadiran pelancong dari mancanegara ke TNK
yang terus meningkat.
”Kami pantas
bersyukur memiliki TNK yang dua pulaunya menjadi habitat utama komodo. Binatang
purba itu memiliki daya pikat sangat luar biasa hingga jumlah wisatawan asing
ke TNK terus menunjukkan tren naik secara tajam,” tutur Kepala Dinas Pariwisata
Manggarai Barat Theodorus Suardi, di Labuan Bajo, Senin (27/8/2012) siang.
Kunjungan wisatawan
asing—setidaknya selama lima tahun terakhir—memang terus mengalami peningkatan.
Dinas Pariwisata Manggarai Barat mencatat, jumlah wisatawan ke TNK tahun 2008
totalnya 21.773 orang. Menyusul tahun 2010 melonjak menjadi 41.117 orang, dan 41.443
orang pada tahun 2011. Lebih dari 90 persen para pelancong itu berasal dari
mancanegara.
Khusus untuk tahun
2012 ini, data wisatawan asing yang berkunjung ke TNK hingga Mei tercatat
13.674 orang. ”Jumlah mereka hingga akhir tahun ini bisa mencapai 50.000,
bahkan 51.000 orang karena musim kunjungan padat ke TNK antara Juni hingga
Oktober,” kata Theodorus.
500 tong sampah
Labuan Bajo sendiri
sebenarnya belum cukup siap menyongsong geliat pariwisata. Sebut misalnya
gundukan sampah yang masih berserakan di mana-mana. Tim yang melibatkan unsur
pemda setempat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), termasuk Pastor
Marselinus Agot SVD sebagai penggeraknya, sejak Januari lalu aktif
menyingkirkan sampah itu sekaligus memotivasi masyarakat agar tidak membuang sampah
di sembarang tempat.
”Labuan Bajo memang
belum sepenuhnya menjadi kota bersih. Namun, warga mulai sadar untuk membuang
sampah di tempat seharusnya,” tutur Marsel Agot ketika bersama timnya
membersihkan sampah di Labuan Bajo, Jumat (24/8/2012).
Kesadaran lainnya
ditandai dengan pengadaan 500 tong sampah sejak tahun lalu. Ratusan wadah
tersebut disebarkan di titik-titik strategis, pusat perkampungan, pertokoan,
atau sepanjang tepi jalan utama dalam kota. Masyarakat pun mulai diarahkan agar
membuang sampah melalui tong-tong yang tersedia di sekitarnya, sebelum mobil
khusus mengangkutnya ke tempat pembuangan akhir.
Pemda terus berupaya
mengatasi keterbatasan air bersih yang dikeluhkan warga Labuan Bajo. Air bersih
yang sejak lama mengandalkan sumber dari Mbeliling, belakangan tak mampu lagi
memenuhi kebutuhan Labuan Bajo. Untuk mengatasinya, kini sedang diupayakan
mengalirkan air baku dari sumber Wae Watunggelek di hulu Labuan Bajo.
Usaha warung,
terutama ikan bakar skala layar tancap pun, tumbuh di Labuan Bajo. Salah satu
contohnya di Kampung Ujung. Setidaknya sejak tiga tahun lalu puluhan lapak ikan
bakar dan jenis makanan lain telah tumbuh sepanjang garis pantai.
”Penghasilannya
memang belum seberapa, tapi kami bangga karena tidak sedikit wisatawan asing hingga
tamu hotel berbintang memilih malam di warung kami,”
tutur Yulianus Jefri (36), di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kamis (23/8/2012).
Seperti diakui Camat
Komodo Abdullah Nur, kehadiran puluhan usaha skala kecil di Kampung Ujung
semuanya sesuai penataan serta arahan pemerintah setempat. ”Mimpi kami ke
depannya, kawasan itu nantinya sekaligus menjadi obyek wisata kuliner,” kata
Abdullah Nur. Kecamatan Komodo meliputi Labuan Bajo dan sekitarnya di daratan
Flores, juga di kawasan TNK.
Pemda Manggarai
Barat juga gencar mendandani garis pantai di Labuan Bajo, terutama di sekitar
Kampung Tengah. Perairan di sekitar bibir pantainya direklamasi, yang
selanjutnya menjadi fondasi jalan setapak. Infrastruktur itu sudah dibangun dan
masyarakat diizinkan membuka usaha ikan bakar atau sejenisnya di sekitarnya.
Keterbatasan SDM
Theodorus
mengakui keterbatasan SDM lokal menjadi kecemasan yang terasa mengganggu
seiring geliat pariwisata Manggarai Barat. ”Kesiapan SDM dimaksud ke depan ini
menjadi perhatian serius hingga warga lokal tak menjadi penonton dalam geliat
usaha jasa pariwisata di daerah ini,” katanya.
Terkait kendala SDM
itu, Pemda Manggarai Barat dengan dukungan dana Rp 60 juta, tahun lalu mengirim
sejumlah penggiat jasa pariwisata di Labuan Bajo untuk mengikuti pelatihan
khusus di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali. Upaya serupa terus berlanjut tahun
ini dengan dukungan dana dari APBD NTT dan beberapa LSM.
Apa pun usaha
dilakukan, tujuannya agar masyarakat setempat ikut menikmati percikan rezeki
dari geliat pariwisatanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar