Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Rabu, 29 Mei 2013

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi


Kementerian dalam Negeri meliris sedikitnya 1.050 anggota DPRD Kabupaten/Kota dan 291 kepala daerah terlibat korupsi dalam kurun waktu 2004-2013. Dari 3.000 anggota dewan yang berkasus, terdapat 1.050 orang diantaranya (40,07 persen) teridentifikasi kasusnya adalah korupsi disusul perzinahan, pemerasan dll.

Sementara untuk kepala daerah, sejak diberlakukannya pemilukada langsung hingga awal 2013, kepala daerah yang terbelit kasus hukum mencapai 291 orang. Dari jumlah itu, 70 persen di antaranya akibat terlibat praktik tindak pidana korupsi.

Depertemen dalam negeri mencatat sedikitnya 21 gubernur, 7 wakil gubernur, 156 bupati, 46 wakil bupati, 41 wali kota dan wakil wali kota 20 orang yang terjerat kasus korupsi itu. Tidak hanya itu, Kasus Korupsi juga menjerat aparatur pemerintah-PNS. Jumlahnya cukup besar mencapai 1.221 orang. 185 orang menjadi tersangka, 112 terdakwa, 877 terpidana dan 44 orang berstatus saksi. 

Selain contoh besarnya persentase kepala daerah yang terlibat korupsi—tidak seluruhnya korup, sebagian karena kesalahan manajemen—masih banyak contoh lain. Jabatan publik, dalam artian kedudukan dan eksistensinya dari rakyat dan untuk rakyat, ternodai. Efektivitas dan efisiensi praksis pemerintahannya mandul.

Ketika perilaku wakil rakyat—tidak seluruhnya memang—tidak pantas jadi teladan, eksistensi mereka tidak lebih dari ”togok” dalam kisah pewayan
gan. Anggap saja banyolan. Ketika ketidakpastian selalu dijadikan wacana keputusan-keputusan politik, tanpa sengaja perilaku itu mempersubur ketidakpercayaan publik.

Perpolitikan memang tak hitam putih, tidak dua tambah dua sama dengan empat. Akan tetapi, ketika semua diskenariokan sebagai pencitraan sekaligus menafikan realitasnya—padahal kurang mudarat, negara dan bangsa ini menuju kebangkrutan.

Dalam sisa waktu setahun pemerintahan (nasional) SBY, ada baiknya dilihat kembali janji-janji yang pernah disampaikan. Sudah saatnya mulai dibangun kepercayaan, demi warisan nama baik, bukan hanya pujian, awards, dan penghargaan, melainkan sejauh mungkin diusahakan restorasi dan perbaikan bagi kepentingan publik/masyarakat.

Dengan demikian, terkikis pelan anomali politik dan ketidakpercayaan, sekaligus merajut terkoyaknya luka ketidakpercayaan rakyat, yakni menegakkan demokratisasi, tatanan hukum, dan keadilan bagi kepentingan rakyat banyak. Kalau tidak, kondisi pra-Reformasi menjadi candu, sekaligus terpupuk merosotnya kepercayaan publik. Habis sudah kita!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar