Orang komodo percaya bahwa komodo adalah saudara kembar mereka. Itulah yang membuat orang asli komodo “suku bajau yang pertama kali menemukan pulau komodo” tidak pernah mau meninggalkan pulau tersebut sekalipun sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi/National Park karena adanya binatang purba varanus komodensis tersebut. Sekalipun sudah banyak kejadian binatang langka tersebut memangsa penduduk sekitar itu.Fantastisnya, mereka percaya bahwa binatang langka tersebut tidak pernah mencelakai suku asli, kalaupun yang celaka hanyalah orang keturunan atau bukan suku asli.
Pulau Komodo Sebuah pulau di Flores paling barat, NTT. Untuk mencapainya jika dari Jakarta, berarti harus transit di Bali, lalu meneruskan penerbangan dengan pesawat foker 27 ke Labuan Bajo. Dari Labuan Bajo untuk mencapai Pulau Komodo sendiri menggunakan perahu/boat yang biasanya ditempuh dalam waktu satu setengah jam. Sebuah pulau dimana kepopuleran keindahan bawah lautnya mengalahkan nama besar komodo itu sendiri.Sebuah pulau dimana Sasha mengajak Sammy kesana.
Sammy adalah Seorang fotografer plus penulis buku best seller “Bagaimana Aku Melihat Dunia”, buku yang memuat perjalanan karya seorang Sammy. Sammy yang dinamis, cukup bawel untuk ukuran lelaki, kocak dan selalu mencoba melihat segala sesuatu dari sisi yang lebih ringan. Sammy yang ingin menulis dan memotret untuk buku keduanya tapi belum juga ketemu ide. Sementara Sasha adalah Seorang blog traveller yang akhirnya kembali ke negaranya, Indonesia, karena bahkan Indonesia tak akan pernah habis untuk dijelajahi. Sasha yang memutuskan untuk pulang. Sasha yang cenderung sinis melihat segala sesuatu, namun pintar dan mandiri. Sasha tak menyadari bahwa blog nya cukup populer sehingga salah satu travel magazine di Indonesia menyewanya untuk pergi ke Komodo dan menulis tentang pulau itu.
Sammy jatuh cinta kepada Sasha sejak pertemuan pertama mereka di Macau. Tapi kemudian mereka berpisah karena Sasha memilih melanjutkan perjalanannya keliling dunia. Hingga kemudian Sasha menyadari kalimat Sammy “The greatest journey is finding your way home”. Sasha pun kembali ke Indonesia. Mereka kembali bertemu dan menjalin sebuah hubungan yang “abu-abu”.
Ajakan Sasha ke Komodo bagi Sammy adalah sebuah lampu hijau bagi hubungan mereka. Sammy yakin Sasha mencintai dia, tapi terlalu “angkuh” untuk menyatakannya. Sammy bertekad untuk menyatakannya lebih dulu di tempat itu.Dia sudah menemukan judul terbaru untuk bukunya yaitu “Bagaimana Aku Melihat Cinta”.Namun keinginan Sammy yang sederhana itu dan keinginan Sasha yang kita tak pernah benar-benar tau membawa mereka kepada sebuah petualangan baru sebuah perjalanan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya dan semua berawal di pertemuan mereka dengan sebuah keluarga dengan tiga manusia di dalamnya: Lisa, Louis dan sang ayah pak Dominggus.
Pak Dominggus adalah seorang pemilik perahu kecil hasil limpahan dari ayahnya. Perahu yang kemudian dipakai Pak Dominggus untuk mencari nafkah dengan menyewakannya kepada bule-bule yang ingin pergi ke tengah laut dan menyelam. Para bule-bule ini biasa pergi didampingi oleh dive master yang kebanyakan bule juga. Kalaupun ada dive master yang orang Labuan Bajo asli, itu sebatas dua nama, karena memang Labuan Bajo hanya memiliki dua dive master bernama pak Condro dan pak Saleh.
Ketika para tamunya pergi menyelam bersama sang dive master, maka tinggallah Pak Dominggus sendirian di atas perahu kecilnya, menunggu berjam-jam di bawah terik matahari bak ikan asin. Selama belasan tahun ia melakukan pekerjaan itu, selama belasan tahun pula ia berkata dalam hati “tingkatan tertinggi dalam hidup adalah dive master”.
Istri Pak Dominggus sudah lama pergi, kabur bersama seorang turis bule. Kejadian yang kerap kali membuat Dominggus ingin begitu saja pergi meninggalkan bule-bule itu di tengah laut namun kesadaran bahwa disitulah sumber mata pencahariannya membuat ia pun kerap mengurungkan niatnya.
Seiring dengan waktu berjalan, hidup dengan membawa “dendam” terhadap manusia-manusia kulit putih, Dominggus menemukan cara lain untuk membuat bule-bule itu “tunduk” kepadanya. Dominggus pun memberikan beban baru kepada Louis, putra pertamanya, “Louis, belajarlah kepada Pak Saleh. Kau harus menjadi Dive Master untuk bule-bule itu.”
Louis saat ini berumur 23 tahun. Sejak masih usia belasan, ia terbiasa menumpang perahu ayahnya menyeberang dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo, bergaul dengan para polisi hutan atau biasa disebut Ranger disitu, untuk kemudian menjelang sore dijemput kembali oleh ayahnya pulang ke Labuan Bajo.
Entah sudah berapa kali ia nyaris diserang komodo, bertarung dengan mereka, bahkan di usia 19 tahun, seekor komodo berhasil menggigit kakinya dan ia harus dilarikan ke rumah sakit di Denpasar Bali. Sepulang dari masa perawatan di Bali, Louis pulang dengan kaki pincang dan tekad besar untuk menjadi Ranger tangguh. Tekad yang kemudian dipatahkan oleh permintaan sang ayah, “Berhenti menjadi ranger! Belajarlah kepada Pak Saleh dan jadilah dive master.”
Hari itu adalah titik dimana hubungan ayah beranak itu menjadi dingin. Louis menjalani niat ayahnya setengah hati. Sementara sang ayah menutup mata dan telinganya bahkan terhadap laporan Pak Saleh bahwa sang anak tak punya bakat jadi penyelam. Louis pun diam-diam masih berusaha menjadi ranger.
Di pikiran Louis ada pertanyaan yang terus mengikutinya, ”Kenapa pulau ini disebut Pulau Komodo jika yang dipopulerkan oleh brosur-brosur itu adalah keindahan bawah lautnya? Kenapa para turis merasa cukup satu kali melihat komodo dan bisa puluhan kali kembali untuk menyelam?” Louis tak pernah mengerti karena baginya komodo adalah hewan paling indah di dunia.
Selain Louis juga ada Lisa di usianya yang baru dua tahun, Lisa terkena panas tinggi. Tangisnya yang keras seiring dengan keluarnya ia dari rahim sang ibu dan panggilan-panggilan singkat “Mama” “Papa” dan “Kakak”, berangsur menghilang berganti suara-suara geraman rasa sakit yang luar biasa. Setelah sebulan melalui masa kritis, Lisa berangsur sembuh, namun dia kehilangan kemampuannya untuk berbicara dan mendengar.
Di usianya yang kesepuluh, Lisa pun bergabung ke sebuah kelompok asuhan sebuah LSM yang mengajarkan ia bagaimana berbahasa isyarat, baca tulis dan keterampilan. Sebuah kelompok yang membuka matanya bahwa disitu, di kampung halamannya, cukup banyak manusia-manusia yang senasib dengannya. Namun setahun kemudian sang ibunya pergi begitu saja. Dan Lisa kembali pada kesadaran bahwa bagaimanapun ia tetap sendirian, tak ada yang benar-benar bisa memahaminya.
Lisa pun mulai lebih banyak menghabiskan waktunya di pantai. Awalnya hanya membiarkan air laut itu membasahi ujung kakinya, lalu lambat laun Lisa mulai berani berjalan ke tengah dan menyelam disitu, dan mengobrol dengan ikan-ikan sekitar situ. Gurunya di kelompok pernah mengajarkan bahwa anjing menyalak, ayam berkokok, kambing mengembik dsb. Semua binatang memiliki suara, kecuali ikan. Ikan senasib dengan dirinya. Makanya ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam mengobrol dengan ikan-ikan itu sampai sang ayah menariknya keluar dari laut dan memarahinya habis-habisan.
Lisa sudah berusia 19 tahun sekarang dan memiliki pekerjaan tetap sebagai tukang pijit langganan di hotel tempat Sammy dan Sasha menginap. Pijitan Lisa cukup terkenal sebagai pijitan terenak, tapi itu bukan impiannya. Lisa ingin menjadi penyelam, di sana, di tengah lautan, dimana dari brosur brosur yang ia lihat, ada jutaan ikan di dasar sana, berarti ada jutaan teman dengan warna warni indah yang menantinya di situ.
Bukan Sammy dan Sasha namanya jika sehari bisa dilewati tanpa berdebat dan bertengkar. Namun bukan Sammy dan Sasha juga jika kemudian tidak ada hal yang menyatukan mereka di dalam dunia yang penuh dengan ketidaksengajaan ini.
Secara terpisah, Sasha berkenalan dengan Louis setelah nyaris diserang seekor komodo akibat ke”sok tau” an nya sendiri. Dan Sammy bekenalan dengan Lisa, gadis yang tadinya dikira Sammy adalah gadis pendiam, tapi ternyata adalah gadis gagu dengan impian tinggi untuk menjadi penyelam.Cinta Sammy ke Sasha belum lagi sempat dinyatakan, namun Sasha keburu menarik diri melihat kedekatan Sammy dan Lisa.
Sasha menyimpan sendiri pertanyaannya tentang apa kelebihan gadis itu dibanding dirinya yang sudah mengelilingi dunia. Sammy pun menyimpan pertanyaan apakah Sasha tidak pernah benar-benar mencintainya, dan kini dengan cepat jatuh cinta kepada seorang penyelam pincang yang tak bisa menyelam tapi memang jagoan di hutan penuh komodo itu?
Pertanyaan-pertanyaan yang mereka coba jawab sendiri, namun membawa mereka makin dekat kepada keluarga Pak Dominggus. Hingga di satu titik baik Sammy maupun Sasha menyadari bahwa di balik semua pertanyaan itu ada jawaban-jawaban luar biasa yang justru dijawab oleh petualangan mereka membantu mewujudkan impian-impian manusia lain. Impian Lisa dan Louis. Bahwa sesederhana apapun pertanyaan, kerapkali untuk menjawabnya perlu jalan yang berputar, panjang, dan berliku.
Sasha di puncak kegelisahannya, pergi menyendiri ke pantai, berenang, dan terbawa arus pasang yang kencang. Ia nyaris mati tanpa punya kesempatan untuk mengatakan kepada Sammy bahwa sesungguhnya ia mencintai lelaki itu, tapi sepasang tangan kecil menyelamatkannya. Tangan milik Lisa. Gadis gagu yang mengerti betul betapa pentingnya Sasha untuk Sammy, lelaki yang bukan ikan tapi mengerti apa yang ia bicarakan itu.
Dominggus pun terbuka matanya bahwa anak pertama nya memiliki impiannya sendiri tapi berusaha keras tidak mengecewakan sang ayah. Sementara anak kedua yang kerap ia lupakan justru bisa menjadi jalan membayar impian seumur hidupnya.
Disitulah Sammy melihat arti cinta yang sesungguhnya. Cinta anak dan ayah. Cinta terhadap sahabat. Cinta terhadap tanah kelahiran. Cinta terhadap impian dan cita-cita.
Sasha pulang membawa kisah petualangan yang menakjubkan tentang komodo, laut dan manusia-manusianya. Sammy pulang membawa banyak bahan untuk buku keduanya “Bagaimana Aku Melihat Cinta”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar