Menyikapi Krisis Air bersih Di Kota Labuan Bajo
Warga Desa Gorontalo menimba air di parit |
Sikap Protes ini menunjukkan makin seriusnya krisis air bersih di kota labuan bajo. Tidak hanya Imelda, warga kota labuan bajo lainpun mengungkapkan kekesalan mereka terkait sulitnya mengakses air bersih pada status facebook. Tidak ketingalan warga manggarai Barat yang bermukim di Jerman, Swiss, Australia dan belanda turut “berduka” atas situasi krisis air bersih di kota labuan bajo. Jejaring sosial Facebook dan twitter sebulan belakangan ramai berbicara miris krisis air bersih di Kota Labuan bajo.
Sangat ironis sebuah kota wisata mengalami krisis air bersih. Bagaimana membangun kota labuan bajo sebagai kota BERSAHABAT, bersih, Sehat, Asri, Aman dan Bermartabat seperti yang di idamkan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Christoforus Dula (Sambutan Syukuran Pelantikan, 31/9/2010).Pengembangan pariwisata seperti apa yang akan dilakukan kalau untuk memenuhi kebutuhan air saja warga harus membeli air tengki seharga 100 ribu rupiah atau 5 ribu perliter, Harga air lebih mahal dari harga premium subsidi (Frans Anggal, Bentara, 7/7/2011)Menyikapi Dengan Setengah Hati
Menurut Kabid Pengelolaan Kakayaan daerah pada Dinas PPKAD Kabupaten Mabar , Salvador Pinto dalam Group FB West Flores Tourism Forum menjelaskan sejak 2004 hingga 2010 dana yang sudah dihabiskan untuk pembangunan fasilitas air bersih sebesar 15 miliar sementara untuk proyek yang sama dalam APBD 2011 dialokasikan 8 M lebih, namun hingga saat ini proyek tersebut belum dilakukan, tersendat pada prilaku Bappeda yang hingga kini belum membuat Master plan. “Master sedang diproses oleh Bappeda” Ujar Salvador Pinto
Penjelasan Alumni STPDN ini sangat tidak masuk akal soal konsep perencanaan pembangunan. Prilaku pembangunan yang sudah ketingalan jaman. Teori pembangunan seperti ini tidak perna saya temukan di sekolah manapun. Dikatakan ketinggalan jaman karena praktek seperti ini tidak akan menghasilkan sebuah capaian pembangunan yang efektif serta berdaya guna. Bagaimana Dana miliaran itu dihitung, indicator estimasinya apa? Setahu saya Master Plan dirancang lebih awal, dilakukan uji publik, masyarakat diberi ruang mengkaji master plan tersebut kemudian barulah dikonversikan dengan besarnya dana yang dibutukan untuk merealisasikan master plan tersebut.
“Master dibuat dulu lalu tetapkan anggarannya; kalau itu bisa dibiaya pada 1 tahun anggaran ya selesaikan; tetapi kalau berdasarkan master plan ternyata memerlukan 100 M; bisa displit pada beberapa tahun anggaran; rakyat akan memahami ke arah mana air kota ini mau dikelola. tetapi kalau dibuat terbalik seperti ini; saya tidak tahu mau jadi apa Kabupaten ini” komentar Arie Marius menanggapi Pinto dalam group itu.
Bupati Manggarai Barat, Agustinus Christoforus Dula juga terkesan setengah hati sekaligus lamban mengatasi krisis air bersih ini. Sepenuhnya menyerahkan pada tim Normalisasi air dan sangat yakin persoalan krisis air bersih akan dapat diselesaikan. Justru sebaliknya Tim Normalisasi air adalah tim yang tidak “Normal” setelah ditemukan sebuah nama yang diduga mafia air di Labuan bajo diakomodir dalam tim. Lalu bagaimana hasil kerja tim Normalisasi ini? Mobil tengki air penjual air bersih makin bebas berkeliaran.
Mentalitas apa di balik sikap bupati ini? Mentali¬tas magis. Formulasi konsep dan ritual performance (pelantikan tim normalisasi air), itulah yang dianggap penting. Sedangkan kenyataannya (apakah ketersediaan air bersih sudah normal atau belum), itu tidak soal, karena nanti air bersih akan "datang dengan sendirinya", ex opere operato. Efek magis. (Frans Anggal, Bentara 7/7/2011)
Kebutuhan atas air merupakan Hak setiap Warga negara. Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 25 menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama atas standar kehidupan yang sejahtera baik diri dan keluarganya yang meliputi pangan, pakaian, perumahan dan kesehatan dan kebutuhan pelayanan sosial. Sekalipun tidak disebut secara eksplisit, hak atas pangan juga termasuk air mengingat air merupakan kebutuhan paling esensial dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, setiap negara mempunyai kewajiban penuh untuk memenuhi hak masyarakat atas air sesuai dengan kesepakatan internasional. Pemerintah dan DPR telah meratifikasi Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ecosoc Rights) pada September 2005.
“Masyarakat dapat mengugat Pemerintah Manggarai Barat di pengadilan Negeri atau pengadilan HAM karena sudah menelantarkan rakyat” tegas wartawan senior P.Y. Don Bosco Wahi dalam Grup Face Book "Pemimpin Manggarai Masa Depan" sebagaimana dikutip bentara Flores Pos, 7/7/2011 lalu
Bupati A.Dula dan Wakil Bupati G.Maximus |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar