Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Senin, 02 Januari 2012

Warga Pulau Padang Jahit Mulut

Akhir Tahun 2011 warga Pulau Padang menggelar aksi jahit mulut. Setidaknya sudah 28 warga terlibat dalam aksi jahit mulut ini. Mereka mengaku tidak akan menghentikan aksi jahit mulut itu sebelum tuntutan mereka dipenuhi.

Warga Pulau Padang Melakukan aksi jahit Mulut depan Kantor DPR RI
Mereka menuntut pencabutan SK Menhut nomor 327 tahun 2009 tentang Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Warga menganggap SK tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan perampasan lahan milik rakyat.

Berbagai organisasi sosial dan politik pun memberi dukungan. Tidak ketinggalan sejumlah anggota DPD dan DPR. Tetapi tidak sedikit pula yang mencibir aksi ini sebagai tindakan menyakiti diri atau masokisme.
Ketua DPR, Marzuki Ali, misalnya, meminta agar warga menghentikan aksi jahit mulut itu. “Jangan lah jahit mulut nanti kita nggak bisa makan, nggak bisa kerja, nggak ada gunanya,” kata Marzuki Ali. Ia menjanjikan akan meneruskan tuntutan petani itu kepada pejabat berwenang. Tetapi petani menolak permintaan itu.
Jika kita menyimak sejarah perjuangan warga Pulau Padang, maka kita akan segera mengerti mengapa mereka mengambil pilihan aksi jahit mulut.

Perjuangan warga Pulau Padang sudah berlangsung cukup lama. Sejak tahun 2009, warga pulau padang sudah melakukan perlawanan terhadap rencana HTI. Saat itu, warga lebih banyak menggunakan taktik negosiasi untuk menyelesaikan persoalan itu.


Rupanya, perjuangan itu mengalami jalan buntu. Walaupun berhasil mengumpulkan banyak tanda tangan dari masyarakat yang menolak, tetapi Menteri Kehutanan saat itu tetap bergeming.

Lalu, pada tahun 2010, warga Pulau Padang kembali melakukan perlawanan. Kali ini, melalui organ Serikat Tani Riau (STR), warga Pulau Padang mengambil jalan lebih radikal dan militan. Mereka menggelar aksi beratus-ratus kali ke berbagai kantor pemerintahan dan DPRD.

Bahkan, tidak hanya dengan aksi massa, warga juga menggelar dzikir akbar dan istighozah pada setiap malam Jumat di masjid-masjid. Untuk menopang perjuangan supaya berjangka panjang, mereka pun menghimpun “dana juang”–istilah untuk pengumpulan dana sukarela dari setiap warga masyarakat.
Para petani juga pernah datang ke Jakarta. Saat itu, April 2011, 45 orang perwakilan warga Pulau Padang datang ke Jakarta. Mereka menggelar aksi mogok makan selama beberapa hari di kantor Menhut.

Tetapi, apa jawaban Menhut? Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan justru melontarkan kata-kata menyakitkan: “Pulau padang itu tidak berpenghuni alias kosong.” Ia juga menolak untuk merespon tuntutan para petani.
Para petani sudah berjuang cukup lama, dengan berbagai metode dan taktiknya, tapi belum membuahkan hasil. Para petani juga sudah mendatangi hampir seluruh kantor pemerintahan, baik di tingkat lokal maupun pusat, tetapi juga tidak ada jawaban yang cukup memuaskan.

Sementara, PT. RAPP terus-menerus memaksa beroperasi. Akhir Mei 2011 lalu, PT. RAPP bahkan memaksakan eskavatornya beroperasi di Pulau Padang. Keadaan itulah yang memicu perlawanan spontan sejumlah warga. Eskavator PT. RAPP pun diamuk dan dibakar oleh massa.

Polisi, yang sejak awal tidak memverifikasi kejadian itu, langsung melakukan penangkapan terhadap petani. Pada tanggal 6 Juni 2011, tiga petani Pulau Padang ditangkap polisi layaknya teroris. Ketiga petani itu ditangkap dan dibawa oleh polisi dengan mata tertutup dan tangan diborgol.

Dengan melihat uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa aksi jahit mulut oleh petani pulau padang bukanlah masokisme. Jahit mulut adalah cara terakhir petani untuk membuat suara mereka didengar pemerintah dan DPR; membuat pemerintah yang sudah tuli segera mendengar tuntutan mereka.

Para petani Pulau Padang tidaklah frustasi. Mereka sengaja menggunakan metode jahit mulut sebagai “megaphone” untuk mendengar semua orang, termasuk pemerintah, mendengar tuntutan mereka. Inilah salah satu cara paling mungkin untuk mengajak seluruh orang Indonesia, bahkan dunia, untuk bersama-sama menyelamatkan Pulau Padang dari keserakahan korporasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar