Kondisi tempat tinggal Sri Rahayu bersama anak keempatnya, Muhammad Nurul Anam di kolong jembatan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (8/2/2012) |
Kepada Kompas.com, Sri menceritakan kondisi Muhammad Nurul Anam, anak keempatnya yang belum lama lahir. Sejak kemarin, Anam mengalami muntah-muntah. "Sekarang masih muntah-muntah. Pagi, siang, sama sore makan pisang, habis makan menyusui," ujar Sri, Rabu (8/2/2012).
Kondisi tempat tinggal keluarga tersebut pun masih sama seperti kemarin. Mereka terpaksa tidur dengan hanya beralaskan tikar dilapis dan tumpukan selimut hingga tebal. Adapun triplek berukuran 1 x 2 meter diposisikan berdiri untuk menepis debu dan angin Ibu Kota. Kelambu cokelat kusam pun dijadikan penutup untuk melindungi si jabang bayi.
Sri mengatakan, suaminya yang berprofesi sebagai seorang pemulung tidak mampu memenuhi kebutuhan meraka sehari-hari, bahkan untuk makan sekalipun. Seperti hari ini, suaminya berangkat mengumpulkan barang bekas sejak pukul 08. 00 WIB dan pulang sekitar pukul 17.00 WIB. Seharian ia bekerja, belum sepeser pun uang ia dapatkan. "Tadi kerja tapi belum dapat uang, soalnya belum ada yang nampung rongsoknya. Belum dibayar, dibayarnya paling dua hari sekali," ujarnya.
Sampai sekarang Sri masih bingung karena keluarganya belum mendapatkan tempat tinggal baru. Cerita hidup yang dialaminya berbeda dari tetangganya sesama korban gusuran, banyak di antara mereka telah mendapatkan hunian baru. "Paling tinggal di sini sementara dululah," kata Sri lirih.
Dalam kondisi kekurangan, Sri berkeras diri untuk tidak berutang kepada tetangga atau kerabat. Bukan karena gengsi atau malu, melainkan karena takut tak dapat melunasi pinjaman. "Enggak berani ah," kata wanita asal Pemalang, Jawa Tengah, itu.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, masih ada beberapa keluarga yang menempati kolong jembatan fly over Pemuda arah Cempaka Putih menuju Cililitan. Aktivitas warga yang sebagian besar merupakan pemulung tersebut menjadi pemandangan kumuh bagi para pengendara kendaraan yang melintas. Sri dan kawan-kawan senasibnya tak tahu kapan bisa terbebas dari lingkaran kemiskinan. Meski mereka bekerja keras banting tulang mencari sepiring nasi, tetap saja mereka tak bisa lepas dari tudingan malas.
Para pemulung terpaksa mengungsi setelah 700 petugas Satpol PP beserta personel TNI dan Polri membongkar 200 bangunan dalam areal tanah seluas 8.511 meter persegi di simpang empat Jalan Pemuda dan Jalan Ahmad Yani. Sebagai pemilik sah lahan tersebut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan warga menempati lahan yang akan dijadikan kantor Sub Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Timur.
Sumber Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar