Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Selasa, 24 Januari 2012

Reformasi Birokrasi, Terjebak dalam Bingkai Politik


Masih segar dlm ingatan kita, awal September 2011 lalu Pemerintah canangkan moratorium penerimaan PNS untuk 16 bulan ke depan. Beban anggaran untuk belanja pegawai yang terlalu besar yakni hampir seperenam atau sepertujuh RAPBN 2012, jadi pangkal utama ditempuhnya kebijakan ini.

Sepasang PNS ditangkap Sat Pol PP di Maal, membolos
Tragis lagi, 125 daerah memiliki beban belanja lebih dari 60 persen APBD-nya. Akibatnya, pembangunan infrastruktur jalan di tempat.  Namun timbul pertanyaan, apa benar dengan dipotongnya anggaran untuk birokrasi yang jumlahnya 4,7 juta PNS, moratorium itu sendiri lantas memberi jalan mulusnya reformasi birokrasi.

Di banyak tempat, terbukti statitiska tak berjalan linear dengan etos dan prestasi kerja. Yang  mengemuka, birokrasi kerap malfungsi dalam mengabdi masyarakat karena ia menjadi bagian dari mesin korupsi.

Birokrasi makin miskin kinerja, selain didera korupsi juga disandera fragmentasi para politisi. Netralitas pegawai negeri makin langka menjelang pilkada dan independensinya makin diragukan saat tunduk
dalam neopatrimonial pejabat daerah bersangkutan.

Neopatrimonial karena sejak itu terjadi balas budi untuk birokrasi pendukung kepala daerah dan sangsi mutasi bagi pihak yang kontra dengan pejabat berkuasa.

Pemerintah pusat sendiri memberi contoh yang mudah ditiru oleh pemerintahan di level bawah. Jumlah kementerian yang terlalu banyak, lalu komisi, lembaga atau satgas baru yang dibentuk mengindikasikan  politik akomodasi lebih utama dibanding agenda reformasi birokrasi.

Permasalahan birokrasi yang rumit dan dipolitisasi ini sedikit banyak membuat proses rekrutmen, pembinaan dan karir pegawai negeri tak pernah sampai pada sebuah strategi besar reformasi birokrasi.


4,7 PNS sebenarnya jumlah yang sangat kecil untuk ukuran Indonesia, tapi bias jadi ini hanya statistika belaka, realitanya angka  berbeda dengan etos kerja, korupsi membuat birokrasi malfungsi, jadikan aparat hanya mau bekerja demi materi, jadilah ekonomi biaya tinggi,  dibalik pengurusan KTP, retribusi sampai rekanan dan politisi.

Sejak dulu kita dengar cerita pilu yang seolah baru tentang pagewai negeri yang mudah di tunggangi, kehilangan independen karena jabatannya takut digeser oleh politisi. Demokrasi dilengkapi oleh tragedi dengan agenda pemerintah pusatnya sendiri yang gemar obral lembaga baru Satgas atau meritokrasi. Seharusnya Pemerintah jadi rambu birokrasi supaya jangan lagi ada Tanya siapa pengapdi dan siapa sesunguhnya harus dilayani


Cerita : ‘Katak Hendak Jadi Lembu'



‘Katak Hendak Jadi Lembu’ adalah sebuah cerita yang sangat sederhana tapi pesan moralnya begitu melekat. 

Ceritanya begini;

Suatu ketika di sebuah kandang lembu ada seekor katak batu yang rupanya rajin mengamati si lembu betina yang pendiam dari balik bongkahan batu. Setiap hari si katak melihat pemilik lembu selalu memberikan makanan rumput segar, memandikan, dan mengajaknya jalan ke padang rumput hijau nan luas.

Pada suatu kesempatan, katak batu itu mendekati si lembu betina yang sedang makan. Katanya dengan nada sinis, “Hai, lembu. Enak sekali hidupmu. Setiap hari kau selalu mendapat perhatian dari manusia dan juga selalu dikasih makan. Kau selalu dirawat dan diajak jalan-jalan di padang rumput hijau. Semua itu apa karena badanmu yang besar?”

Si lembu betina tak menjawab, ia terus makan dan makan. Sambil sesekali kepalanya menggeleng kiri kanan mengusir lalat-lalat yang mengerubungi makanannya. Karena si lembu betina tak juga menjawab, maka katak batu itu menghardiknya lagi. Kali ini dengan nada suara lebih keras lagi. “Hai…lembu dungu. Kalau hanya karena badanmu yang besar, kau mendapat perhatian manusia maka aku pun mampu menyamai besar tubuhmu. Nih…lihatlah!”

Si katak batu itu lalu segera memperagakan diri di hadapan lembu betina. Katak batu itu menggelembungkan badannya. Bermula dari perut, kemudian leher, kaki, dan seterusnya. Perut katak batu itu sedikit demi sedikit membesar, dan kemudian terlihat begitu besar. Namun setelah membesarkan perut dan leher, rupanya badannya tak juga bisa menyamai lembu. Si katak batu sangat penasaran, karena badannya belum juga mampu menyamai besarnya lembu itu. Perutnya terus digelembungkan lagi dan lagi… Akibatnya perut itu meletus. Isi perut berhamburan ke mana-mana. Si katak batu itu pun mati dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

Melihat katak batu yang malang itu telah mati, si lembu betina pun tak mampu menahan kesedihan. Tapi ia juga tak bisa berbuat banyak. Si lembu betina itu tahu bahwa dirinya tak memiliki kuasa apa pun atas hidup.

***

Kata orang bijak, kerendahan hati adalah prinsip dasar orang beriman kepada Yang Maha Kuasa Sang Pencipta alam semesta. Dari kerendahan hati itulah munculnya ketulusan dan pengakuan diri, bahwa manusia hanyalah seonggok daging tak berdaya atau debu halus di hadapan Sang Khalik.

Sementara kesombongan adalah upaya penyangkalan diri manusia atas ketidakberdayaan raga dan spiritual di hadapan Yang Ilahi. Kesombongan menjadi semacam kompensasi psikologis untuk menutupi ketidakmampuan diri, yang kadang tersimpan dalam dunia alam bawah sadar. Kesombongan diri seseorang muncul, biasanya bertujuan agar diakui eksistensinya. Terutama di lingkungan sosialnya. Kesombongan dan keangkuhan merupakan saudara kembar.

Seorang psikolog terkenal asal Austria Alfred Adler (1870-1937) mengatakan, bahwa kesombongan itu pada dasarnya merupakan sikap mengutamakan diri sendiri. Adler menyebutnya sebagai self centered. Semuanya berpusat pada diri sendiri. Kalangan orang beriman alim ulama memposisikan egoisme sebagai awal dari dosa. Egosentrisme menjadi akar dari dosa. Manusia terjerumus ke dalam dunia hitam kelam karena terlalu mengagungkan ke-aku-annya. Aku merasa paling benar, paling bersih, paling hebat, paling suci, paling berkuasa, dan berbagai predikat superlatif lainnya. Peperangan, kerusuhan, kriminalitas, aniaya, dan kesengsaraan acapkali bermula dari sana.

Kerendahan hati dan kesombongan berjalan seiring dalam dunia yang sama, meski berbeda kharakter dan motivasi dasarnya. Tapi kadang, kesombongan bersembunyi di balik ‘kerendahan hati’ sehingga menjadi seolah-olah rendah hati. Padahal jauh di lubuk hati, ingin dipuji dan diakui ke-ego-annya. Sejatinya, kerendahan hati akan terus bertahan. Sementara kesombongan akan terkuak bersama perjalanan sang waktu.

Apa itu kerendahan hati dan mengapa manusia harus rendah hati? Mengapa orang tak boleh sombong?
Seorang guru kebijaksanaan yang juga seorang sufi dari timur menggambarkan kerendahan hati itu dalam simbol anak kecil. Anak adalah lambang ketulusan hati, ketidakberdayaan, dan kejujuran. Tingkat ketulusan, kepolosan anak kecil dan kejujurannya tak bisa disangkal lagi. Begitu tulus, jujur, dan bersihnya pribadi anak-anak, hingga para cerdik pandai menyebut anak-anak bagai tabularasa. Suatu lembar kertas putih bersih yang apa pun bisa ditorehkan di sana. Menurut sang guru, hanya manusia yang memiliki level kesucian, ketulusan, kepasrahan, dan kejujuran seperti anak kecil itulah yang pantas berhubungan dekat dan berada dalam pangkuan Sang Khalik.

Ketidakberdayaan anak kecil, kata sang guru, adalah lambang ketidakmampuan manusiawi yang akan malahirkan kepasrahan diri secara total tanpa syarat kepada Sang Pencipta. “Lihatlah, betapa anak kecil itu hidupnya sangat bergantung sepenuhnya pada orangtuanya, ibu dan ayahnya. Begitu pula seharusnya manusia di hadapan Sang Pencipta,” kata sang guru pada suatu kesempatan.

Menurut sang guru kebijaksanaan yang juga sufi itu, sebenarnya tak ada dasar dan alasan apa pun bagi manusia untuk menyombongkan diri. Fakta ilmiah menyatakan bahwa manusia adalah bagian kecil dari makhluk hidup yang ada di atas bumi. Hidup manusia berdampingan dengan makhluk hidup lainnya dan saling bergantung. Manusia tak mungkin hidup sendiri. Ketergantungan manusia sangat tinggi pada kehidupan lain di sekitarnya. Bumi tempat manusia hidup pun, jika dibandingkan dengan planet-planet lain dalam susunan tata surya, hanyalah bagian kecil dari semesta raya. “Jika bumi saja hanyalah bagian kecil atau bahkan hanya merupakan debu kosmis di alam semesta raya yang mahaluas, lalu bagaimana dengan manusia? Nah, sekarang bayangkanlah bagaimana agungnya Sang Pencipta alam semesta itu. Masihkah manusia bisa membusungkan dada tentang dirinya di hadapan Sang Pencipta?” kata sang guru.

Setiap saat manusia dalam berbagai kepercayaan dan keyakinannya yang amat beragam diberikan kesempatan untuk berintrospeksi, melalui bermacam-macam peristiwa dan acara keagamaan. Tujuannya refleksi diri ke dalam batin masing-masing. Masih pantaskah menyombongkan diri di hadapan orang lain dan terlebih-lebih di hadapan Yang Maha Kuasa? Mungkin ada baiknya, mulai detik ini kita mulai meneliti diri, apakah kita sudah rendah hati dan tidak sombong?

Gusti Dula Mengaku Selalu Dicecar Soal Air Bersih


Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula dalam serah terima jabatan Direktur PDAM Wae Mbeliling di Kantro Bupati mengaku Pemerintah daerah Manggarai Barat selama ini selalu mendapat sorotan, kritik, cercaan bahkan caci maki terkait penanganan air bersih kota Labuan Bajo yang hingga kini belum tutas. Tapi anehnya sekalipun merasa bersalah akan lambatnya penanganan persoalan air Gusti Dula sebagai Bupati tidak meminta maaf kepada masyarakat Manggarai Barat
 
Warga Kota Labuan Bajo terpaksa mengkonsumsi air got,
 setelah daerah tersebut dilanda krisis air bersih
 “Selama ini kita terus yang disorot, dikritik dan dicaci maki hanya air bersih ini. Program 100 hari air bersih sudah lewat tetapi belum membawah hasil. Dengan adanya Plt.Direktur PAM yang mulai kerja hari ini, bias menjawab masalah air bersih Labuan Bajo,”tandas Bupati Manggarai, Agustinus Ch Dula disela-sela acara serah terima jabatan Direktur PDAM Wae Mbeliling di Kantro Bupati belum lama ini.

Kini pemegang jabatan (Plt) Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah putra Labuan bajo,  Naaman M.Jalesy.  Semenatara jabatan yang terus menuai kritikan ini sebelumnya ditangan Aleksander S.S.Kelang


Bupati Gusti Dula, mengakui belaangan masyarakat terus menyoroti pemerintah dan memberikan kritik serta pikiran posistif terkait persoalan proyek air bersih yang tak kunjung selesai. Dana selelu dicairkan setiap tahun untuk masalah ini tapi masyarakat terus berteriak sulit mengakses air bersih. Dula menegaskan masyarakat butuh sesuatu yang nyata dan itu harus dijawab oleh pemerintah. Pemerintah melalui unit teknis dan dinas yang ada harus memberikan bukti riil bahwa masyarakat tidak mengalami kesulitan lagi soal air bersih ini.

Dula berjanji pemerintah terus berupaya maksimal mengatasi masalah air bersih di Labuan Bajo ini. “Masyarakat Manggarai Barat merasa heran karena masalah air bersih ini sepertinya tidak bisa terpecahkan. Karena itu, unit teknis jangan membuat seakan-akan tidak terselesaikan. Padahal tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, pasti ada jalan keluarnya. Semua pihak harus ambil bagian karena air bersih sangat penting untuk kebutuhan,”tandasnya.

Dana urus air 2012 senilai 3,1 Milliar

Pihaknya menjelaskan tahun 2012 pemerintah menganggarkan dana sebesar 3,1 milliar an diharapkan proyek air bersih secepatnya selesaikan. Dia mengatakan Master Plan Air Bersih sudah ada tinggal ditindaklanjuti dengan Desain Enginering Development sehingga bisa berhasil dengan baik. Kondisi yang dihadapi saat ini distribusi air yang belum betu, banyak kebocoran dimana-mana yang menyebabkan debit air kecil saat tiba ditangan pelanggan. “Saya ingatkan pejabat yang dipercaya mengurus air bersih ini harus merasa bertanggungjawab dan memiliki Manggarai Barat ini,”tandasnya

Plt Direktur PAM Wae Mbeliling, Naaman M.Jalesy mengatakan Setiap masalah yang dihadapi pasti ada solusi akhir. Yang pertama dilakukan menurut Jalesy dirinya  akan mengumpulkan data, fakta dan mencari masalah-maslah yang ada lalu merumuskan titik masalahnya dimana selanjutnya mencari jalan keluarnya. “Beri saya waktu, saya punya obsesi 2013 paling lama masalah air bersih Labuan Bajo teratasi,”janjinya 

Senin, 23 Januari 2012

Kencing Anggota Dewan Vs Wajah Pendidikan


Anggota Dewan RI kembali heboh, Bak selebritis Anggota dewan negeri ini kembali bersensasi.  Satu diantaranya soal “tempat kencing” para anggota dewan. Untuk membuat WC saja Negara harus mengeluarkan dana milliaran rupiah. Seolah air seni anggota dewan lebih penting ketimbang urusan pendidikan bangsa.

Media Inggris, Daily Mail, menuliskan sebuah artikel yang menggambarkan betapa beratnya perjalanan para pelajar Indonesia menuju ke sekolah. Harian ini bahkan menyamakan aksi mereka dengan adegan berbahaya di film Indiana Jones. Pada foto-foto yang diambil oleh Reuters, terlihat beberapa orang pelajar SMP dan SD di kampung Tanjung, Lebak, Banten, meniti sebuah jembatan rusak yang hanya dihubungkan dengan satu tali terbentang di atas Sungai Ciberang.

Merayap perlahan-lahan, mereka berusaha untuk tidak tergelincir masuk ke dalam sungai Ciberang yang berarus deras dan dalam. Sungai ini kerap digunakan para wisatawan untuk olah raga arung jeram. Pegangan mereka hanyalah tali dan kayu-kayu sisa-sisa jembatan. Daily Mail menuliskan, anak terkecil yang pernah menyeberang berusia lima tahun. Penyeberangan menjadi semakin berbahaya jika sungai Ciberang diterpa banjir. Titian tali bisa terendam air dan putus terbawa arus. “Aksi mereka seperti aksi di salah satu adegan di film Indiana Jones and The Temple of Doom,” tulis Daily Mail.




Para pelajar mengaku lebih memilih menghadapi bahaya meniti tali ketimbang harus berjalan setengah jam lamanya ke jembatan yang lebih bagus. Jika mereka mencari aman, maka harus bangun pagi-pagi buta dan pulang ketika hari sudah gelap.

Betapa mahalnya pendidikan, dan para pelajar di kampung Tanjung Lebak Banten ini pun mengerti hal tersebut hingga mereka pertaruhkan nyawa diatas bahaya demi masa tepan mereka yang tidak boleh tergantikan dengan apapun, karena ilmu begitu berharga. Mereka tidak akam mengeluh dan menghiba dengan kondisi ini, karena bagi mereka belajar adalah wajib


Nun jauh dari kampung Tanjung, Lebak Banten yaitu di Senayan Jakarta para dewan yang terhormat sedang memimpikan memiliki fasilitas toilet baru yang bakal memanjakan hidup mereka lebih dan lebih, seberapa berharga kahnilai pendidikan bangsa ini bagi mereka yang diamanahi membela rakyatnya? Nurani sudah mati terkubur dengan kepentingan dan ambisi duniawi, beginikah bangsa ini? apa jadinya generasi kita di kemudian hari?


Rabu, 18 Januari 2012

Sosial Network Membangun "Percakapan Baru"

Di tengah pertumbuhan luar biasa pengguna blog, facebook, linkedin, dan twitter, para manajer pemasaran terus berupaya mencari jalan bagaimana mengambil mutiara dari dalamnya. Orang-orang public relations sudah lebih dulu memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi dengan pelanggan, mitra, kalayak luas. Mereka berusaha mendengarkan apa yang diinginkan pelanggan. Departemen pemasaran memakainya untuk menginformasikan produk/jasa,  membangun dan menguatkan merek.
Setidaknya ada empat faktor yang mendorong kecenderungan ini. Pertama, popularitas media sosial yang meningkat cepat. Kedua, melibatkan pelanggan dalam menciptakan produk/jasa kian dianggap penting. Ketiga, media sosial makin diterima sebagai alat persuasi yang ampuh. Dan keempat, media sosial dianggap menawarkan jalan keluar dari kesulitan yang ditemui dalam program komunikasi pemasaran tradisional. Misalnya keluasan jangkauan dan kecepatan respons.
Meskipun begitu, kebanyakan perusahaan masih berusaha memahami bagaimana menciptakan nilai dari pertumbuhan ini dan ujung-ujungnya memberikan revenueyang berarti bagi perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini umumnya belum sanggup mengkapitalisasi informasi dan data yang mereka peroleh melalui media sosial menjadi wawasan yang berdampak pada bottom line mereka.

Menurut hasil survey yang diadakan Harvard Business Review Analytic Services baru-baru ini, hanya 23% saja perusahaan Amerika yang menggunakan alat-alat analisis media sosial untuk memahami hasil interaksi mereka dengan pelanggan. Perusahaan selebihnya tidak mengukur, apa lagi menganalisis, apakah media sosial mereka efektif sebagai sarana untuk mencapai tujuan perusahaan. Analisis diperlukan, misalnya, untuk mengetahui siapa yang berbicara tentang merek Anda di media sosial—apakah mereka pelanggan loyal Anda atau bukan? Seberapa cepat dan tepat orang pemasaran dan customer service memberikan respons kepada pelanggan?
Survei ini juga menyebutkan, hanya 7% perusahaan yang mampu mengintegrasikan media sosial ke dalam aktivitas pemasaran mereka. Banyak perusahaan memang menemui kesulitan dalam menjadikan media sosial sebagai bagian dari strategi pemasaran yang formal. Ada manajer yang menunggu best practice pemakaian media sosial dalam menciptakan nilai agar punya contoh untuk diikuti. Ada yang tidak bersedia mengalokasikan anggaran untuk itu.
Riset yang dilakukan Media Social Today (2009) menemukan, kalangan bisnis memanfaatkan media sosial untuk empat hal: menjual produk/jasa, memasarkan dan membangun merek, public relations, dan komunikasi internal. Kerja kolaboratif melalui media sosial belum menjadi perhatian. Perusahaan umumnya masih mencari cara yang tepat untuk menciptakan nilai melalui media ini. Proses menemukan kematangan dalam pemanfaatan media sosial tengah berlangsung, dan apa yang terjadi saat ini baru permulaan.
Media sosial memang menciptakan peluang-peluang baru, tapi media ini juga menuntut pergeseran pemikiran dalam berinteraksi dengan pelanggan, mitra, bahkan sesama rekan kerja. Salah satu masalah pokok yang dihadapi banyak perusahaan ialah bagaimana mengintegrasikan penggunaan media sosial ke dalam strategi perusahaan, bukan sekedar untuk gaya-gayaan alias mengikuti trend.
Yang jelas, kemampuan analitik terhadap efektivitas media sosial akan sangat membantu perusahaan dalam memahami bagaimana cara yang tepat dalam membangun “percakapan baru” dengan pelanggan, mitra, dan karyawan mereka. Memahami bagaimana hubungan baru ini akan berjalan bakal sangat mempengaruhi bagaimana para pelaku bisnis menjalankan aktivitasnya.

Rabu, 04 Januari 2012

Perempuan dan Pertambangan


MENUNTUT KEADILAN BAGI PEREMPUAN

Pertambangan mempunyai pengaruh yang merusak dan mengganggu keseimbangan bagi perempuan, termasuk perempuan adat dan perempuan pekerja tambang. Pertambangan menimbulkan masalah sosial dan lingkungan yang serius, menciptakan kemiskinan dan senantiasa tidak menghargai budaya setempat serta hak-hak hukum adat. Inilah kesimpulan dari Konferensi ke-3 Jaringan Internasional Perempuan dan Pertambangan, yang diadakan di Visakhapatnam, India, pada bulan Oktober 2004.

Pekerja Perempuan di Pertambangan Mangan, Belu, NTT
Konferensi itu melahirkan 6 resolusi, menuntut hak dan meminta tindakan nyata pemerintah, perusahaan dan lembaga keuangan. 

Resolusi tersebut meliputi:
  • Perempuan dan masyarakat adat;
  • Perempuan dan komunitas lokal;
  • Pekerja tambang perempuan;
  • Tambang yang diterlantarkan dan penutupan tambang;
  • Pertambangan, kesehatan, lingkungan dan perempuan, serta
  • Konflik, hak asasi manusia dan perempuan.
Resolusi tentang masyarakat adat dan perempuan mengakui dan menghormati tuntutan masyarakat adat atas moratorium atau pelarangan atas proyek pertambangan baru dan perluasan tambang yang telah ada yang bisa memberi dampak terhadap penduduk asli dan masyarakat adat hingga semua hak asasi manusia telah diperhatikan dan dihormati serta dijamin pemenuhannya. Mereka menuntut pengakuan atas hak kolektif masyarakat adat untuk menentukan nasib sendiri, dan hak-hak mereka atas tanah mereka dan sumber-sumber alam dan menuntut tidak dilakukannya pemindahan paksa dari tanah mereka.


Hak-hak masyarakat adat, termasuk perempuan adat, atas pemberian persetujuan tanpa paksaan (free prior informed consent) yang harus dihormati dan dijunjung tinggi dan tidak dimanipulasi. Bagi perempuan terutama, tuntutan resolusi atas posisi perempuan sebagai kepala keluarga sepatutnya dihargai dan diperlakukan serupa dengan perlakuan terhadap rumah tangga yang dikepalai oleh laki-laki dalam pengambilan keputusan dan kompensasi. 

Resolusi juga menuntut perusahaan untuk menyadari bahwa HIV/AIDS bukanlah penyakit masyarakat adat dan mereka harus menyediakan program preventif dan penyuluhan kepada karyawan begitu juga untuk perempuan dan komunitas adat.

Resolusi tentang perempuan dan komunitas lokal menuntut pemerintah dan perusahaan pertambangan menghargai keinginan masyarakat untuk moratorium pembangunan pertambangan baru dan perluasan tambang. Resolusi ini juga menuntut pengakuan bahwa 'komunitas lokal' tidak terbatas pada mereka yang tinggal di kawasan konsesi pertambangan atau area yang disewa, tetapi juga termasuk penduduk yang terkena dampak operasi tambang, mereka yang tinggal di hilir dan diluar batas wilayah pertambangan.

Pemerintah dan industri pertambangan harus memastikan bahwa seluruh proyek peka gender dan menjamin partisipasi aktif dalam pembuatan keputusan dari perempuan lokal yang terkena dampak proyek pertambangan. Mereka harus mendapat izin dari perempuan pemilik lahan dan perempuan adat setempat untuk setiap eksplorasi dan aktifitas pertambangan, dan harus menerima saran perempuan lokal tentang cara-cara yang tepat untuk memastikan bahwa pandangan mereka didengar dan hak-hak mereka tidak dilanggar selama kegiatan pertambangan.

Resolusi tentang perempuan pekerja tambang menyatakan bahwa sektor pertambangan resmi berskala besar mempunyai tingkat keterlibatan perempuan yang rendah yang disebabkan oleh lokasi kerja dan jam kerja yang mengabaikan kepentingan keluarga, perilaku diskriminatif, kondisi kerja dan upah yang tidak adil. Sebaliknya, sektor informal menyerap lebih banyak tenaga kerja perempuan yang menjadikan sektor pertambangan sebagai sandaran hidup mereka. 

Resolusi ini menuntut adanya hukum ketenagakerjaan yang melindungi tenaga kerja dan hukum keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai, serta kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam komite penyelidikan dan pengawasan kondisi keselamatan kerja dan kesempatan yang maksimal bagi karyawan, tidak hanya dalam pekerjaan tradisional yang dijatahkan untuk perempuan.

Resolusi tentang pertambangan, kesehatan, dan lingkungan menuntut prinsip-prinsip pencegahan dalam semua operasi pertambangan, dengan mengingat dampak kesehatan dan lingkungan yang mengganggu keseimbangan. Termasuk didalamnya adalah melarang praktik-praktik yang merusak seperti mengalirkan limbah tailing ke sungai, membuang ke dasar laut, dan penambangan bahan sulfida yang menyebabkan air asam tambang (acid mine drainage).

Resolusi tentang konflik, hak asasi manusia dan perempuan mendapati bahwa kebijakan pertambangan, hukum dan peraturan yang ada tidak berperspektif gender dan tidak peka terhadap hak-hak perempuan. Hal itu mencakup tuntutan kepada perusahaan pertambangan supaya jangan beroperasi di kawasan dimana mereka memerlukan penggunaan kekuatan militer, tentara bayaran, paramiliter, polisi, atau petugas keamanan yang bertindak berlebihan untuk menjaga operasi mereka karena situasi tersebut menyebabkan pelanggaran Hak asasi manusia, khususnya terhadap perempuan dan anak-anak.

Senin, 02 Januari 2012

Warga Pulau Padang Jahit Mulut

Akhir Tahun 2011 warga Pulau Padang menggelar aksi jahit mulut. Setidaknya sudah 28 warga terlibat dalam aksi jahit mulut ini. Mereka mengaku tidak akan menghentikan aksi jahit mulut itu sebelum tuntutan mereka dipenuhi.

Warga Pulau Padang Melakukan aksi jahit Mulut depan Kantor DPR RI
Mereka menuntut pencabutan SK Menhut nomor 327 tahun 2009 tentang Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Warga menganggap SK tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan perampasan lahan milik rakyat.

Berbagai organisasi sosial dan politik pun memberi dukungan. Tidak ketinggalan sejumlah anggota DPD dan DPR. Tetapi tidak sedikit pula yang mencibir aksi ini sebagai tindakan menyakiti diri atau masokisme.
Ketua DPR, Marzuki Ali, misalnya, meminta agar warga menghentikan aksi jahit mulut itu. “Jangan lah jahit mulut nanti kita nggak bisa makan, nggak bisa kerja, nggak ada gunanya,” kata Marzuki Ali. Ia menjanjikan akan meneruskan tuntutan petani itu kepada pejabat berwenang. Tetapi petani menolak permintaan itu.
Jika kita menyimak sejarah perjuangan warga Pulau Padang, maka kita akan segera mengerti mengapa mereka mengambil pilihan aksi jahit mulut.

Perjuangan warga Pulau Padang sudah berlangsung cukup lama. Sejak tahun 2009, warga pulau padang sudah melakukan perlawanan terhadap rencana HTI. Saat itu, warga lebih banyak menggunakan taktik negosiasi untuk menyelesaikan persoalan itu.


Rupanya, perjuangan itu mengalami jalan buntu. Walaupun berhasil mengumpulkan banyak tanda tangan dari masyarakat yang menolak, tetapi Menteri Kehutanan saat itu tetap bergeming.

Lalu, pada tahun 2010, warga Pulau Padang kembali melakukan perlawanan. Kali ini, melalui organ Serikat Tani Riau (STR), warga Pulau Padang mengambil jalan lebih radikal dan militan. Mereka menggelar aksi beratus-ratus kali ke berbagai kantor pemerintahan dan DPRD.

Bahkan, tidak hanya dengan aksi massa, warga juga menggelar dzikir akbar dan istighozah pada setiap malam Jumat di masjid-masjid. Untuk menopang perjuangan supaya berjangka panjang, mereka pun menghimpun “dana juang”–istilah untuk pengumpulan dana sukarela dari setiap warga masyarakat.
Para petani juga pernah datang ke Jakarta. Saat itu, April 2011, 45 orang perwakilan warga Pulau Padang datang ke Jakarta. Mereka menggelar aksi mogok makan selama beberapa hari di kantor Menhut.

Tetapi, apa jawaban Menhut? Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan justru melontarkan kata-kata menyakitkan: “Pulau padang itu tidak berpenghuni alias kosong.” Ia juga menolak untuk merespon tuntutan para petani.
Para petani sudah berjuang cukup lama, dengan berbagai metode dan taktiknya, tapi belum membuahkan hasil. Para petani juga sudah mendatangi hampir seluruh kantor pemerintahan, baik di tingkat lokal maupun pusat, tetapi juga tidak ada jawaban yang cukup memuaskan.

Sementara, PT. RAPP terus-menerus memaksa beroperasi. Akhir Mei 2011 lalu, PT. RAPP bahkan memaksakan eskavatornya beroperasi di Pulau Padang. Keadaan itulah yang memicu perlawanan spontan sejumlah warga. Eskavator PT. RAPP pun diamuk dan dibakar oleh massa.

Polisi, yang sejak awal tidak memverifikasi kejadian itu, langsung melakukan penangkapan terhadap petani. Pada tanggal 6 Juni 2011, tiga petani Pulau Padang ditangkap polisi layaknya teroris. Ketiga petani itu ditangkap dan dibawa oleh polisi dengan mata tertutup dan tangan diborgol.

Dengan melihat uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa aksi jahit mulut oleh petani pulau padang bukanlah masokisme. Jahit mulut adalah cara terakhir petani untuk membuat suara mereka didengar pemerintah dan DPR; membuat pemerintah yang sudah tuli segera mendengar tuntutan mereka.

Para petani Pulau Padang tidaklah frustasi. Mereka sengaja menggunakan metode jahit mulut sebagai “megaphone” untuk mendengar semua orang, termasuk pemerintah, mendengar tuntutan mereka. Inilah salah satu cara paling mungkin untuk mengajak seluruh orang Indonesia, bahkan dunia, untuk bersama-sama menyelamatkan Pulau Padang dari keserakahan korporasi

Minggu, 01 Januari 2012

Pilih Mana Tambang Atau Pariwisata?


Polemik  Tambang Di Manggarai Barat-NTT

Sejak tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat secara resmi menjadi sebuah kabupaten otonom, hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai Barat beribu kota Labuan Bajo terletak di ujung barat pulau Flores. Propinsi NTT. Kabupaten yang berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memiliki nama yang cukup familiar bagi wisatawan mancanegara dan domestik lantaran di daerah ini terdapat species binatang langka Komodo (Varanus Komodoensis), satu-satunya hewan purba yang masih tersisa di planet bumi ini. Komodo kini sedang diperjuangkan oleh masyarakat dunia agar menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Setiap hari, daerah ini banyak dikunjungi para wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Itu berarti, devisa bagi daerah dan mendorong peningkatan perekonomian rakyat. Selain memiliki kekayaan pariwisata, Kabupaten Manggarai Barat juga terkenal sebagai gudang beras NTT khususnya terdapat di dataran persawahan Lembor, Kuwus, Macang Pacar, Komodo, Sanonggoang dan Boleng.

Daerah ini juga memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat kaya dengan keindahan alam bawa lautnya. Internasional Geografi mencatat taman laut terindah diasia adalah Taman laut dalam kawasan Taman Nasional Komodo, disusul Raja Empat Papua, Bunaken, SulawesiIa. Selain taman laut kabupaten paling barat flores ini  juga memiliki kawasan hutan lindung yang dihuni oleh 4 macam jenis burung endemic, semuanya cukup terjaga hingga hari ini.

Pendapatan dari sector pariwisata hingga akhir 2010 memang belum signifikan. Masih bercokol pada urutan 4 dalam APBD Kabupaten. Menurut pelaku wisata kondisi tersebut dapat diatasi jika pemerintah serius menyiapkan fasilitas transportasi ke obyek obyek wisata serta mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat. 

Kekayaan sumber daya alam memang patut dikelola demi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Namun demikian, pengelolaannya hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Usaha dibidang pertambangan misalnya, memiliki daya rusak yang luar biasa besar baik terhadap lingkungan alam maupun keberlangsungan hidup manusia. Selain memperhatikan asas manfaat dan dampak-dampak yang ditimbulkan juga yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan pembangunan. Semua langkah ini perlu dilakukan demi menghindari dampak  buruk yang ditimbulkan oleh usaha pertambangan.   

Dalam hal investasi dibidang pertambangan  di Manggarai Barat, menunjukkan bahwa pemerintah secara pragmatis dan instan mendorong diadakan pertambangan tanpa melakukan kajian ekologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pemerintah cederung melihat sektor pertambangan sebagai sektor utama yang akan mendatangkan devisa bagi daerah dan melupakan sektor pariwisata, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan dan sektor-sektor unggulan lainnya yang selama ini justru menjadi basis dan sumber utama penghidupan rakyat.

Ironisnya lagi, di lokasi pertambangan justru merupakan kawasan pengembangan pariwisata atau pertanian. Sebut saja Batu Gosok dan Tebedo. Di Batu Gosok misalnya, kawasan tersebut merupakan kawasan pengembangan pariwisata alam dan bahari serta pemukiman penduduk. Selain itu, kawasan tersebut juga berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu daerah tujuan wisata internasional yang menjadi kebanggaan daerah Manggarai Barat, Indonesia bahkan dunia.

Dari fakta tergambar bahwa investasi pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat lebih banyak mendatangkan masalah ketimbang manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hasil kajian ditemukan beberapa fakta sebagai berikut: Pertama,Lokasi tambang berada di dalam area tanah hak milik masyarakat seperti tanah milik Hotel Puri Komodo, PT. Keramba yang bergerak dibidang budidaya ikan dan ratusan warga masyarakat lainnya. Tanah-tanah tersebut sebagian telah dipasangi pilar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat. Di samping itu, pemerintah dan pihak perusahaan belum bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik tanah sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua, Lokasi tambang berada dikawasan wisata pantai dan berdekatan dengan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi dan warisan dunia. Di sekitar lokasi itu terdapat pula perhotelan dan wisata pantai/bahari serta tempat tinggal para nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam.  

Ketiga,  Pihak perusahaan atas ijin pemerintah secara sepihak melakukan kegiatan penambangan tanpa mensosialisasikan terlebih dulu kepada masyarakat terutama para pemilik tanah. 

Keempat, Aktivitas pertambangan di lokasi Batu Gosok saat ini mulai menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama para wisatawan mancanegara. Polusi udara akibat intensitas keluar-masuk kendaraan perusahaan. Kondisi ini telah mengganggu kenyamanan para wisatawan yang menginap di sejumlah hotel dan restouran serta cukup mengganggu kehidupan anak-anak cacat di panti asuhan Binongko Labuan Bajo.
 
Kelima,  Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Manggarai Barat No. 30 Tahun 2005 Pasal 13 butir C dan Pasal 14 butir 2 point a, serta penjabaran Perda No. 30 dalam Penyusunan Rencana Teknik Tata Ruang Kota Labuan Bajo, Bagian Wilayah Kota (BWK) Bab II, 2.1.2.2. Bagian I (kawasan wisata) secara spesifik disebutkan bahwa Batu Gosok merupakan kawasan pengembangan pariwisata, sarana penunjang pariwisata dan perumahan rakyat. Selain Perda No. 30 tahun 2005, Perda Propinsi No. 09 tahun 2009 juga telah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu kota destinasi wisata nasional.
 
Keenam, Pemerintah menjelaskan bahwa ijin Kuasa Pertambangan (KP) eksplorasi telah dikeluarkan oleh Bupati Manggarai Barat masing-masing pada tanggal 7 Juli dan 9 Juli 2008. Ijin diberikan pada tiga titik lokasi tambang di Manggarai Barat. Atas ijin tersebut, perusahaan mulai melakukan kegiatan penambangan di Batu Gosok meskipun mendapat protes keras dari masyarakat luas.

Ketujuh, Di lokasi Tebedo terdapat manipulasi dukungan masyarakat terhadap kehadiran tambang di wilayah itu. Berdasarkan pengakuan sejumlah warga/ pemilik lahan bahwa sebagian besar warga belum pernah diajak bermusyawarah atau menandatangani surat pernyataan pelepasan hak atas tanah untuk dijadikan area pertambangan. Dari 29 warga yang menandatangani pernyataan, satu orang mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan walaupun namanya tercantum dalam surat pernyataan tersebut sementara sekitar 47 warga pemilik lahan lainnya tidak pernah bersepakat dan menandatangani surat pernyataan. Selain itu, diduga telah terjadi pembohongan publik yang dilakukan pemerintah Manggarai Barat.

Bupati Pranda dalam acara dengar pendapat dengan anggota DPRD (23/6) mengaku pemerintah belum memberikan ganti rugi kepada warga karena pertambangan belum merusak atau belum ada yang dirugikan. Pernyataan Bupati tersebut bertentangan dengan isi surat pernyataan yang ditandatangani oleh warga Tebedo yang salah satu point menyatakan bahwa warga Tebedo telah menerima kompensasi sebesar Rp. 22.000.000. Dan menyatakan bahwa warga tidak akan menuntut kompensasi lainnya berupa apapun di kemudian hari.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan bila usaha pertambangan diteruskan maka dapat disimpulkan Pertama, Pemerintah dan perusahaan melakukan melanggar terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat sipil berupa pelanggaran terhadap hak sosial, ekonomi dan budaya (Ekosob). 

Kedua, Pemerintah dan perusahaan melanggar Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara khususnya Pasal 135 yang berbunyi: “Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah” dan Pasal 136 ayat 1 yang berbunyi: ”Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.  

Ketiga, Pemerintah melanggar Peraturan daerah (Perda) No. 30 Tahun 2005 dan Tata Ruang Wilayah. Pelanggaran secara spesifik terhadap beberapa pasal yakni: Pasal 13 huruf C point 1: ”Strategi pengelolaan kawasan pertambangan dilakukan dengan: Eksploitasi tambang diarahkan pada lokasi yang layak untuk dieksploitasi (kuantitas dan kualitas) dan point 5 berbunyi : “Perlu diperhatikan kelestarian lingkungan dengan didahului studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pasal 23 ayat a berbunyi:”Obyek wisata komersil meliputi diantaranya: Pulau Komodo, Rinca, Padar, Pantai Pede, Pantai Wae Cicu, Gua Batu Cermin, Batu Gosok, Pulau Pungu, Pulau Kanawa, Pulau Seraya Kecil, Gorontalo, Pulau Kalong”. Dan melanggar Peraturan daerah (Perda) Propinsi NTT No. 09 Tahun 2005.

Keempat, Pemerintah melanggar ketentuan Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisa mengenai dampak lingkungan hidup.  

Kelima, Pemerintah melanggar mekanisme umum dalam proses penerbitan perijinan usaha pertambangan. Pelanggaran mekanisme itu dapat dilihat dari kronologi perijinan yang dikeluarkan pemerintah. Ijin usaha pertambangan untuk wilayah Tebedo misalnya, dikeluarkan oleh Bupati Mabar pada tanggal 9 Juli 2009, sementara kesepakatan dengan masyarakat atau pemilik tanah baru dilakukan pada tanggal 23 Desember 2009 (Ijin mendahului kesepakatan). Sosialisasi baru diadakan pada tanggal 10 Pebruari 2009 (Lebih tepat disebut pemaksaan kehendak bukan sosialisasi). Sedangkan untuk lokasi tambang Batu Gosok, pemerintah belum samasekali bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik lahan. Dari kronologi ini saja dapat disimpulkan bahwa pemerintah tidak transparan dalam proses usaha pertambangan di daerah ini.

Kenam, Aktivias pertambangan kawasan Batu Gosok berpotensi mengancam kelestarian lingkungan khususnya pariwisata pantai dan bahari serta mengancam keberadaan masyarakat pesisir terutama para nelayan tradisional di pulau Seraya Kecil yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam. Limbah/tailing tambang berpotensi meracuni perairan laut dan mematikan ikan-ikan yang berujung pada terancamnya kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Intensitas kegiatan pertambangan dengan hilir mudik kendaraan akan menimbulkan polusi (udara, air, tanah) dan menjadi sumber berbagai penyakit bagi masyarakat sekitar termasuk warga kota Labuan Bajo.

Ketujuh, Kerusakan lingkungan alam akan mengancam dunia kepariwisataan Manggarai Barat yang mengandalkan wisata alam dan bahari serta satwa Komodo sebagai ikon pariwisata Mabar.  

Kedelapan, Lokasi tambang Tebedo akan mendatangkan masalah besar bagi lingkungan alam dan masyarakat petani yang berdomisili di sekitar lokasi tambang terutama warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai Wae Mese serta mengancam aktivitas para petani sawah dan ladang di wilayah itu. Selain itu, konflik sosial baik horizontal maupun vertikal sedang dan akan terjadi. Kondisi ini tentu mengganggu interaksi kehidupan bersama dan berpotensi mengganggu stabilitas pembangunan di daerah ini.


REKOMENDASI:

  • Pemerintah sebaiknya mencabut semua ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang telah dikeluarkan karena pemberian semua ijin pertambangan di wilayah ini menyalahi aturan dan melawan Hak-hak asasi manusia (HAM), hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta telah membawa dampak buruk bagi manusia dan lingkungan alam sekitarnya.
  •  Pemerintah berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) terutama hak asasi masyarakat lokal atas sumber daya alam (tanah, hutan, air dll). 
  • Pemerintah hendaknya melakukan kajian secara komprehensif baik lingkungan, sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya sebelum memberikan ijin Kuasa Pertambangan kepada investor pertambangan. Penelitian dan kajian penting dilakukan agar menjamin pembangunan sejalan dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghargai prinsip-prinsip moral, hukum, kemanusiaan dan keutuhan lingkungan alam semesta.
  •  Pemerintah hendaknya memprioritaskan pembangunan pada sektor-sektor unggulan yang mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat dan yang mampu membuka lapangan kerja dan menyerap banyak tenaga kerja seperti bidang pariwisata, pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan dan industri kecil.

Antara Janji dan Perbuatan Bupati Mabar

Menyikapi Krisis Air bersih Di Kota Labuan Bajo

“Besok kalo air dirumahku masih gak ngalir juga maka dgn senang hati saya akan ke rumah jabatan pak bupati mabar untuk numpang mandi, sikat gigi, nyuci pakaian, nyuci piring, buang air besar, dan membawa 5 gentong air biar pak bupati mabar tau kalo warganya punya kebutuhan yg sama sepertinya. numpang ya pak, sekalian saya ngajak tetangga kompleks rumah saya yg bernasib sama dengan saya, kekurangan air. Bagaimana pak bupati?   

Warga Desa Gorontalo menimba air di parit
Hal ini sebagaimana di tulis warga  Labuan Bajo, Imelda Parera dalam group facebook Komunitas Anak Labuan Bajo-bangun kampung, yang diposting pada 6 juli pukul 20.06. Postingan Imelda parera ini mendapat respon beragam yang hampir semuanya mengeluh dengan krisis air yang terus berlanjut di kota labuan bajo.

Sikap Protes ini menunjukkan makin seriusnya krisis air bersih di kota labuan bajo. Tidak hanya Imelda, warga kota labuan bajo lainpun mengungkapkan kekesalan mereka terkait sulitnya mengakses air bersih pada status facebook. Tidak ketingalan warga manggarai Barat yang bermukim di Jerman, Swiss, Australia dan belanda  turut “berduka” atas situasi krisis air bersih di kota labuan bajo. Jejaring sosial Facebook dan twitter sebulan belakangan ramai berbicara miris  krisis air bersih di Kota Labuan bajo.
Sangat ironis sebuah kota wisata mengalami krisis air bersih. Bagaimana membangun kota labuan bajo sebagai kota BERSAHABAT, bersih, Sehat, Asri, Aman dan Bermartabat seperti yang di idamkan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Christoforus Dula (Sambutan Syukuran Pelantikan, 31/9/2010).Pengembangan pariwisata seperti apa yang akan dilakukan kalau untuk memenuhi kebutuhan air saja warga harus membeli air tengki seharga 100 ribu rupiah atau 5 ribu perliter, Harga air lebih mahal dari harga premium subsidi (Frans Anggal, Bentara, 7/7/2011)Menyikapi Dengan Setengah Hati

Menurut Kabid Pengelolaan Kakayaan daerah pada Dinas PPKAD Kabupaten Mabar , Salvador Pinto dalam Group FB West Flores Tourism Forum menjelaskan sejak 2004 hingga 2010 dana yang sudah dihabiskan untuk pembangunan fasilitas air bersih sebesar 15 miliar sementara untuk proyek yang sama dalam APBD 2011 dialokasikan 8 M lebih, namun hingga saat ini proyek tersebut belum dilakukan, tersendat pada prilaku Bappeda yang hingga kini belum membuat Master plan. “Master sedang diproses oleh Bappeda” Ujar Salvador Pinto


Penjelasan Alumni STPDN ini sangat tidak masuk akal soal konsep perencanaan pembangunan. Prilaku pembangunan yang sudah ketingalan jaman. Teori pembangunan seperti ini tidak perna saya temukan di sekolah manapun. Dikatakan ketinggalan jaman karena praktek seperti ini tidak akan menghasilkan sebuah capaian pembangunan yang efektif serta berdaya guna. Bagaimana Dana miliaran itu dihitung, indicator estimasinya apa? Setahu saya Master Plan dirancang lebih awal, dilakukan uji publik, masyarakat diberi ruang mengkaji master plan tersebut  kemudian barulah dikonversikan dengan besarnya dana yang dibutukan untuk merealisasikan master plan tersebut.


“Master dibuat dulu lalu tetapkan anggarannya; kalau itu bisa dibiaya pada 1 tahun anggaran ya selesaikan; tetapi kalau berdasarkan master plan ternyata memerlukan 100 M; bisa displit pada beberapa tahun anggaran; rakyat akan memahami ke arah mana air kota ini mau dikelola. tetapi kalau dibuat terbalik seperti ini; saya tidak tahu mau jadi apa Kabupaten ini” komentar Arie Marius menanggapi Pinto dalam group itu.


Bupati Manggarai Barat, Agustinus Christoforus Dula juga terkesan setengah hati sekaligus lamban mengatasi krisis air bersih ini. Sepenuhnya menyerahkan pada tim Normalisasi air dan sangat yakin persoalan krisis air bersih akan dapat diselesaikan. Justru sebaliknya Tim Normalisasi air adalah tim yang tidak “Normal” setelah ditemukan sebuah nama yang diduga mafia air di Labuan bajo diakomodir dalam tim. Lalu bagaimana hasil kerja tim Normalisasi ini? Mobil tengki air penjual air bersih makin bebas berkeliaran. 


Mentalitas apa di balik sikap bupati ini? Mentali¬tas magis. Formulasi konsep dan ritual performance (pelantikan tim normalisasi air), itulah yang dianggap penting. Sedangkan kenyataannya (apakah ketersediaan air bersih sudah normal atau belum), itu tidak soal, karena nanti air bersih akan "datang dengan sendirinya", ex opere operato. Efek magis. (Frans Anggal, Bentara 7/7/2011)


Kebutuhan atas air merupakan Hak setiap Warga negara. Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 25 menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama atas standar kehidupan yang sejahtera baik diri dan keluarganya yang meliputi pangan, pakaian, perumahan dan kesehatan dan kebutuhan pelayanan sosial. Sekalipun tidak disebut secara eksplisit, hak atas pangan juga termasuk air mengingat air merupakan kebutuhan paling esensial dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, setiap negara mempunyai kewajiban penuh untuk memenuhi hak masyarakat atas air sesuai dengan kesepakatan internasional. Pemerintah dan DPR telah meratifikasi Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ecosoc Rights) pada September 2005.


“Masyarakat dapat mengugat Pemerintah Manggarai Barat di pengadilan Negeri atau pengadilan HAM karena sudah menelantarkan rakyat” tegas wartawan senior P.Y. Don Bosco Wahi dalam Grup Face Book "Pemimpin Manggarai Masa Depan" sebagaimana dikutip bentara Flores Pos, 7/7/2011 lalu
 NO Parlare Solo un Intervento
Bupati A.Dula dan Wakil Bupati G.Maximus
 “Air adalah kebutuhan dasar, karena menjadi kebutuhan dasar sehinga pasangan Agustinus Ch Dula-Gasa Maximus (GustI) akan memprioritaskan fasilitas air bersih untuk rakyat. Untuk mentasi persoalan air bersih ini, pertama tama dilakukan adalah mengevaluasi semua persoalan yang terjadi. Kalau persoalannya ada pada sumberdaya maka hal ini segera diperbaiki. Jika persoalannya ada pada sistim instalasi pipa makan akan segera dibenahi. Jika persoalannya ada pada debit air maka akan dicarikan sumber mata air lain dari dua yang sudah ada sekarang, Melo dan mata air dari waemoto”  ungkap Gusti dengan suara merdu berserta senyum yang menawan dan disambut riakan tepuk tangan dan teriakan hidup GustI disebuah acara tatap muka dengan warga kampung wae mata, labuan bajo, tiga minggu sebelum Pemilukada Mabar (Notulensi GustI Centre)
Namun pada kenyataannya tak demikian. Warga Kota labuan bajo tetap merasakan krisis air bersih yang berkepanjangan. Kembali mengkonsunsi air hujan (saat Hujan) dan berjalan berkilometer, terus erusan menguranggi jatah tidur malam (mete) hanya untuk mendapatkan air bersih. Sangat menderita. Kenyataan memang tak seindah janji, riakan tepuk tangan kini beruba pada dengungan nada kecewa yang amat dalam, meratapi kondisi yang kian tak kunjung berubah.
Bupati Dula perlu mempelajari semboyang Claudianus “Componitur orbis/regis ad exemplum“ (Dunia Memang Menunggu Teladan Pemimpinanya). Ungkapan Claudianus bukunya De quarti Consulatu Honorii 299/300 ini menekankan tiga  hal  yang sangat penting direnungkan oleh  Bupati Dula. Pertama, Pemimpin Harus Berani Menujukan Kejujuran, baik terhadap dirinya sendiri, kepada sesama (rakyat), terhadap tugas tugas yang dipercayakan kepadanya, maupun terhadap Tuhan. Kedua, Berkomitmen, yaitu melakukan apa yang telah ijanjikan kepada rakyat. Ketiga, Konsisten, yaitu menunjukkan keselarasan antara kata dengan perbuatan antara mulut dan tindakan.

Claudianus berusaha menghindari, diktum, NATO (No Action Talk only) hanya kata kata tanpa tindakan. Kepada Bupati Dula Saya menitipkan  ungkapan “Dictum, Factum” (apa yang dikatakan itu yang dilakukan). Diktum ini semakin mempertegas bahwa pemimpin harus jujur, berani berkorban, tulus, dan mau mengapdi demi kesejahteraan bersama.
Soekarno dalam sebuah pidato pernah menegaskan “Menjadi pemimpin berarti menjalankan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Memimpin itu berarti menjalankan amanat rakyat untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi rakyat. Kata kata sang Proklamator ini sangat Visioner, berjiwa ksatria. Semoga Bupati Dula tidak  sedang berada dalam sebuah pergulatan jiwa memimpin “NO parlare Solo un Intervento” (Lain omong, lain buat), tapi lebih pada semboyang Bung Karno “menjalankan Ampera”