Hari ini, Kamis 15 Maret 2012, Kamisan ke-250. Angka yang cantik untuk diperingati. Dibantu dari berbagai tokoh dan aktivis, hari ini mereka masih berusaha memohon kepada presiden untuk menanggapi mereka, menindak para pelanggar HAM, membantu mereka mendapatkan keadilan. Semoga Kamis ke-250 ini SBY membuat sejarah keadilan yang baru di Indonesia: melawan diam.

Kamis 8 Maret 2012 lalu akhirnya saya berkesempatan mengikuti Kamisan di depan Istana Presiden. Sebenarnya tidak tepat di depan istana tetapi di seberang istana. Di depan istana dikelilingi kawat berduri dan tentara-tentara berwajah siaga jika ada yang mendekati istana sehingga tak mungkin aksi ini berlangsung tepat di depannya. Sampai disana yang terlihat beberapa mahasiswa dan pendemo yang sudah lanjut usia. Mereka berdiri di depan foto-foto korban pelanggaran HAM dan sebuah spanduk “AKSI DIAM MELAWAN IMPUNITAS” sambil memegangi payung hitam bertuliskan anti pelanggaran HAM. Beberapa dari mereka melalui perjalanan panjang menggunakan kendaaraan umum untuk mengikuti aksi ini. Hati saya merinding.

Sumarsih menyiapkan sepucuk ”surat cinta” untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini bukan ”surat cinta” pertama. Ia telah berkirim surat kepada Presiden sejak aksi Kamisan pertama digelar pada 18 Januari 2007. Selama lima tahun ”cinta”-nya masih bertepuk sebelah tangan. Sampai Kamis ke-249 tak pernah satupun ditanggapi oleh SBY, walaupun 194 surat tak pernah satupun dibalas oleh SBY,
”Ini surat cinta kami untuk Presiden, semoga saja dibaca segera,” kata Sumarsih sambil menunjukkan selembar kertas bewarna putih.
Surat cinta Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM berisi tuntutan kepada Presiden agar tak lupa menyelesaikan secara tuntas dan adil berbagai kasus pelanggaran HAM di negeri ini. Ada 10 tuntutan dalam surat itu.
Berikut 10 tuntutan tersebut:
- Menginstruksikan kepada Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM, yaitu Tragedi Trisakti, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 2009), tragedi Mei 1998, tragedi Talangsari-Lampung, penculikan dan pehilangan orang paksa 97-98, dan tragedi Wasior Wamena.
- Mendorong digelarnya pengadilan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib untuk membongkar dalang pelakunya.
- Menginstruksikan Komnas HAM untuk menyelesaikan penyelidikan tragedi 65 sebagai dasar untuk pemberian rehabilitasi korban.
- Menginstruksikan Menteri Kesehatan agar setiap rumah sakit bertanggung jawab atas kasus malapraktik.
- Mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas setiap aksi kekerasan yang dilakukan siapapun dengan mengedepankan prinsip HAM dalam prosesnya dan kekerasan dalam bentuk apa pun tidak boleh subur di tanah Indonesia yang pluralis.
- Melaksanakan putusan MA atas hak tanah pembangunan GKI Yasmin.
- Melakukan perlindungan terhadap buruh migran.
- Menuntaskan ganti rugi warga korban Lapindo.
- Menuntaskan kasus penggusaran tanah warga Rumpin.
- Memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya demi terwujud masyarakat yang adil dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar