Headline

1.341 Pejabat Publik Daerah Terlibat Korupsi * Bruder "Preman" Pontianak * Petani Kopi Bajawa Kesulitan Modal * Coffee Manggarai: Black Gold * Tradisi “Suap” dan "memburu" proyek * Kota Labuan Bajo Terus Berkembang *

Minggu, 29 April 2012

Sahrul dan Sahril ditelantarkan oleh Negara


Kakak beradik Sahrul (8) dan Sahril (6) selalu menyendiri disebuah rumah taklayak huni di daerah Kelurahan Lantora, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polman, Sulawesi Barat. Kondisi kedua bocah ini sangat memperihatinkan.
Sahrul dan Sahril

Badan Sahrul dan Sahril terlihat kurus, seperti tinggal tulang yang berbalut kulit. Berat badan keduanya pun jauh dari kondisi normal. Sahrul hanya memiliki berat 8 kilogram, sedangkan berat badan Sahril hanya 6,5 kilogram.

Orangtua kedua bocah itu telah meninggal lima tahun silam. Mereka diasuh oleh keluarga sang bibi, Nurhayati, yang kehidupannya pas-pasan. Nurhayati bekerja sebagai penjual sayur di pasar tradisional. Mereka tidak bisa memberikan asupan gizi yang cukup untuk Sahrul dan Sahril.

Penghasilan sang bibi dari berdagang sayur, ternyata sangat jauh dari cukup untuk menopang kehidupan mereka. Sebab, sebagian uang dipakai untuk membayar bunga utang.


Untuk mengganjal perut, sejak tujuh tahun silam keduanya hanya mengonsumsi air tajin. Itulah sebabnya Sahrul yang kini berusia tujuh tahun hanya memiliki berat badan sembilan kilogram, sementara Sahril, sang adik hanya delapan kilogram.

Undang-Undang Dasar 1945 memang mengamanatkan negara untuk memelihara fakir miskin dan anak telantar. Sayang, amanat itu tak dirasakan Sahrul dan Sahril. Kedua bocah malang ini  ditelantarkan oleh Negara, sunguh mereka hidup tanpa peran Negara.

Minggu, 01 April 2012

Paus dan Castro

Paus Yohanes Paulus II dan Fidel Castro
Empat belas tahun silam, 21-25 Januari 1998, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Kuba. Kunjungan itu atas undangan pemimpin Kuba Fidel Castro. Dari sudut pandang Vatikan, inilah perziarahan pastoral atau perziarahan sebagai gembala yang dimaksudkan untuk memperkuat Gereja Katolik Kuba guna menghadapi masa depan Kuba, apa pun bentuknya.

Dari sudut pandang Havana, inilah bagian dari usaha pemerintahan Fidel Castro untuk mengintegrasikan Kuba dengan kehidupan belahan bumi Barat. Kebijakan Castro itu didorong oleh peristiwa luar biasa yang terjadi di Uni Soviet: runtuhnya rezim komunisme Uni Soviet dan bubarnya negara tersebut menjadi banyak republik merdeka. Dengan hancurnya Uni Soviet, Kuba kehilangan sumber subsidi yang telah lama dinikmati, ditambah lagi dengan embargo ekonomi dari AS.

Akan tetapi, bila dilihat secara lebih luas, inilah sentuhan terakhir dalam drama ideologi terbesar di akhir abad ke-20, yakni konflik antara humanisme atheistik dan humanisme Kristiani. Komunisme, yang dianut Kuba, adalah ekspresi humanisme atheistik. Dan, kedatangan Paus Yohanes Paulus II ke Kuba menawarkan kembali humanisme Kristiani.

Dalam salah satu khotbahnya waktu itu, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, humanisme Kristiani itu membebaskan atau kemanusiaan dalam iman Kristiani berarti pembebasan: manusia adalah ciptaan yang diberi kebebasan untuk menentukan hidupnya.
Kenangan atas kunjungan Paus Yohanes Paulus II itu kemarin hidup lagi saat Paus Benediktus XVI mengunjungi Kuba. Paus Benediktus XVI menyebut kunjungan pendahulunya itu ”bagaikan angin sepoi-sepoi yang memberikan kekuatan baru pada Gereja Kuba”.

Ia seperti menapaki kembali jalan yang dulu dilalui Paus Yohanes Paulus II. Ia mengunjungi Kuba untuk ”perziarahan kemurahan hati” dan akan berdoa untuk perdamaian, kebebasan, dan rekonsiliasi (The Christian Science Monitor, 26/3). Inilah bahasa lain dari ”perziarahan pastoral”, istilah yang dulu digunakan Paus Yohanes Paulus II. Dulu, Paus Yohanes Paulus II disambut Fidel Castro, kini Paus Benediktus XVI disambut Raul Castro. Keduanya mengenang kunjungan bersejarah Paus Yohanes Paulus II.

Yang terjadi saat ini, menurut Brenda Carranza, seorang pakar studi-studi keagamaan di Pontificia Universidade Catolica de Campinas, di Brasil, sama seperti saat Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Kuba. Pemerintah Kuba butuh membangun jembatan untuk berhubungan dengan dunia internasional. Dan, Gereja Katolik membantu membangun jalan ke arah sana. Itulah sebabnya Raul Castro mengatakan, Kuba yang sosialis memberikan kebebasan penuh untuk beragama dan menjalin hubungan yang baik dengan Gereja Katolik.

Dengan mengatakan itu, ia berharap, lewat Gereja, Kuba dapat memperoleh lagi legitimasi, lebih banyak kepercayaan, dan menarik investasi dari Barat. Gereja barangkali memang bisa menjadi jembatan yang menghubungkan Kuba dengan Barat. Kuba tidak bisa terus hidup ”di dalam tempurung”.

Oleh karena itu, Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa struktur Marxist Kuba ”tidak lagi cocok dengan realitas (dewasa ini)”. Kuba harus mengadopsi ”model baru”. Model mana yang akan diambil Kuba? Model Rusia atau model China? Yang pasti komunisme sudah mati! Komunisme terbukti gagal.

sumber : Kompas/Trias Kuncahyono

Prosesi Minggu Palma, Simbol Kemunafikan Manusia


Lewat bacaan prosesi daun palem, Saya dan anda kemudian mengetahui bagaimana Yesus pada massa itu memasuki Yerusalem. Yesus menunggang keledai dan dielu-elukan sebagai Dia yang datang dalam nama Tuhan. Ranting-ranting hijau dan menghamparkan pakaiannya diletakkan dijalan, hingga kaki keledai tak menapak ditanah. 

Keledai dalam budaya Timur adalah simbol binatang damai, Karenanya kedatangan Yesus di Yerusalem dengan menunggang keledai melambangkan kedatanganNya sebagai Raja Damai. Dalam bacaan tidak disebut pemakaian daun palem, tetapi dalam tradisi Yahudi, daun palem adalah lambang kemenangan. ‘Hosana, Hosana Putra Daud” seruan para penduduk Yerusalem menyambut kedatangan Yesus

Pristiwa ini yang terus dirayakan setiap Minggu Palma sebagai kisah Ironi sekaligus pristiwa tentang kemunafikan manusia, Plin Plan, kurang lebih seperti massa Demonstran bayaran dalam konteks sekarang, yang hari ini berteriak "Hosana!", lalu esok harinya berteriak "Salibkan Dia!" dengan semangat dan gairah yang sama. 

Saya selalu memahami Minggu Palma sekadar sebagai keramaian massa yang murahan, seperti pawai-pawai yang sering saya saksikan. Yang hari ini hiruk-pikuk dan ramai setengah mati, seolah-olah seluruh kota sesak bertabur bunga. Akan tetapi, keesokan harinya senyap dan mati, cuma menyisakan timbunan sampah di sudut-sudutnya. Tanpa Makna, tanpa Arti.

Namun, kalau begitu, apakah pentingnya Prosesi minggu Palma bagi Anda dan saya?